Wiwitan

Wiwitan berarti permulaan bukan wit-witan yang berarti pepohonan, dahulu kala merupakan suatu tradisi yang sangat familiar di kalangan petani yang hidup di pedesaan. Meski artinya permulaan tapi bukan berarti permulaan untuk musim tandur (bercocok tanam), justru wiwitan dilakukan sebelum panen raya. Setiap pemilik sawah berbeda-beda dalam menentukan kapan prosesi wiwitan ini dilakukan, bergantung pada umur tanaman, kapan mau dipanen, dan juga kata kakek saya (yang juga petani) manut weton.

Yang dilakukan dalam wiwitan ini petani membuat nasi tumpeng dan ubarampe-nya dibawa ke sawah yang sudah siap panen. Biasanya ketika mau berangkat ke sawah sore hari si petani ngundang anak-anak kecil, “wiwitan… wiwitan… wiwit…” dan serta merta anak-anak datang berkumpul ke rumah petani atau nyusul ke sawah. Di sawah sudah standby pak kaum (orang yang dituakan di dusun).

Setelah tumpeng sampai di sawah, dilakukan prosesi wiwitan dimulai dari pak kaum yang mendoakan di depan tumpengan supaya panennya memuaskan, membawa kemakmuran, dan berkah, dan manfaat bagi sang pemilik sawah. Selanjutnya pak kaum memanen sedikit dari tanaman yang siap panen itu barang sak pencasan (satu tebasan) sebagai pertanda tanaman sudah bisa dipanen esok hari. Nasi tumpeng pun dipotong, ujung tumpeng-nya ditinggal di sawah, dan sisanya dibagikan ke anak-anak yang datang dan ngamini doa-nya pak kaum tadi. Pak kaum hanya mendapatkan hasil panen sak pencasan sebagai “upah” telah mendoakan.

Tradisi wiwitan ini sudah jarang dilakukan oleh petani-petani di dusun saya. Hanya beberapa keluarga petani tua yang masih melakukan tradisi ini, termasuk kakek saya kalau menjelang panen padi.

Author: Muh.Ahsan

Geoscience application specialist, technical evangelist, music lover, movie buff, and active blogger.

Tinggalkan Tanggapan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.