Pengalaman Pulang Magelang

Sedikit berbagi cerita waktu aku pulang Magelang Minggu kemaren.

Minggu pagi, seperti kebiasaan kalau pulang Magelang Aku nganter Ibuku belanja ke negeri antah berantah (Tegalrejo sih tepatnya). Lumayan cerah, aku nunggu di pinggir jalan aja (males mau masuk pasar). Kalo nunggu ibuku belanja pasti lebih dari satu jam. Yah aku iseng menyusuri jalan pelann-pelan.

Eh tiba-tiba ada Seorang Bapak-bapak yang udah lumayan berumur (Sekitar umur 60an) pake Kemeja batik warna biru, celana hitam, mengenakan peci, entah apa yang beliau bawa. Jalan sambil marah-marah entah apa sebabnya.
Penasaran, ku ikuti aja dari belakang. yang membuat ku tertarik mengikuti beliau adalah kata-kata yang beliau ucapkan.

Pencoleng…. Duwit korupsi nggo munggah kaji, tetep wae ra iso mlebu surgo” (ID: Preman, Uang hasil korupsi buat naik haji, tetap saja ga bakalan masuk surga).

Sing jenenge setan kuwi yo menungso sing gawe sengsoro liyane” (ID: Yang namanya Setan itu manusia yang membuat orang lain menderita)

Owalah Setan-setan” (ID: …. Setan-Setan). NB: ada yang tau bahasa Indonesianya “owalah“?

Mlaku tekan Megelang, kiwo tengen anane wong wis podho mati” (ID: Jalan sampai Magelang, kanan-kiri yang ada hanya orang yang sudah mati).

Gusti kula njaluk ngapuro” (ID: Tuhan saya mohon ampunan).

Yah entah apa maksud kata-kata beliau ini, tapi yang pasti beliau ini orang yang mungkin sedang mengalami depresi (kalo ga mau aku sebut gila sih). Aku mulai mencermati kata-kata beliau.

Pencoleng…. Duwit korupsi nggo munggah kaji, tetep wae ra iso mlebu surgo
Sebuah kalimat yang menarik (mumpung lagi musim haji). Aku mecoba interpretasi kalimat itu. Yah aku tetep menghargai mereka yang Alhamdulillah bisa naik haji tahun ini. Semoga menjadi haji yang mabrur (Amien). Mungkin ada seseorang diantara jamaah haji dari Indonesia, pernah menyakiti hati beliau dan mungkin kebetulan (bukan kebetulan sih: musibah) jamaah haji itu adalah seorang koruptor.

Sing jenenge setan kuwi yo menungso sing gawe sengsoro liyane
Owalah Setan-setan
Yang ini entah kenapa beliau mengucapkan kalimat itu. Entah aku kurang begitu tertarik dengan kalimat itu.

Mlaku tekan Megelang, kiwo tengen anane wong wis podho mati
Yang ini yang menarik. Sepanjang jalan hanya ada orang ‘mati‘. Padahal jelas orang di sekeliling beliau ini masih bernyawa (hidup). Tapi kenapa beliau mengatakan ‘mati‘. Yah sekedar interpretasi saya pribadi, mungkin itu bukan makna sebenarnya. ‘Mati‘ yang beliau maksud mungkin adalah kepedulian, toleransi, solidaritas, (bahkan mungkin) hati. Orang di sekeliling tak peduli dengan keberadaan beliau (beliau ini mungkin butuh pengakuan tentang eksistensinya), membiarkan beliau seperti adanya (mungkin saya juga). Ketika beliau ingin ‘nyebrang‘ jalan, ga ada pengendara (mobil, motor) yang berhenti atau memperlambat jalannya sekedar memberi jalan untuk beliau. Setiap ucapannya tak ada seorangpun yang mendengarkan, tak ada tempat berkeluh kesah (mungkin itu yang membuat beliau depresi).

Aku menyebut orang itu dengan sebutan ‘beliau’ karena apa yang diucapkannya, bukan karena statusnya (aku aja ga tau siapa sebenarnya beliau ini).

KAMU!!!!!!!!!!!!!!
Iya kamu yang lagi baca……
Apakah kamu masih punya kepedulian dengan sekelilingmu?
Apakah toleransi kamu masih hidup?
Apakah solidaritas kamu masih ada?
Apakah kamu masih punya hati?

Author: Muh.Ahsan

Geoscience application specialist, technical evangelist, music lover, movie buff, and active blogger.

Tinggalkan Tanggapan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.