Ngapain Nge-Blog?

Wuoiy…. Begitu SMS dari salah satu teman yang memang sudah lama sekali tidak saling komunikasi. Oh iya, saya hampir lupa kalau masih punya teman yang satu ini. Maaf….

Beberapa kali perbincangan lewat SMS layaknya chatting, ternyata setelah dicermati pembicaraan mulai ke arah web blog. Jadi ceritanya sedulur saya ini pengen sekali blog-nya bisa aktif lagi. Perbincangan mengalir hingga saya tahu, ternyata sedulur ini sudah nge-blog sejak kelas dua SMA, blog-nya lebih tua dari blog saya ternyata. Sedulur saya ini mengeluh karena sudah hampir tiga tahun kehilangan sense of blogging.

Lagi-lagi saya sedikit berkilah dan beralasan serta sedikit bercerita kenapa saya blogging. Jadi saya punya tiga jenis alasan kenapa saya blogging. Pertama alasan yang saya dapat dan membuat saya berkeinginan memiliki sebuah web blog. Kedua alasan tambahan kenapa saya makin semangat blogging. Ketiga adalah alasan tersier biar orang lain jadi ikut bersemangat blogging.

Awal mula saya blogging karena saya kepincut melihat halaman web seorang teman saya di geofisika Freedom and Faithfull Zone (fraithzone.blogspot.com). Ketika saya tanya ternyata Mas Sony ini emang sejak jaman pleistocene SMA sudah memulai kehidupan sebagai seorang blogger, meski awalnya sebatas tempat curhat gara-gara tidak punya teman curhat (kalo gak salah sih sampai sekarang ya masih jadi tempat curhat). Jadi alasan pertama saya sangat sederhana, kepengen. Dan ternyata serta-merta teman-teman seangkatan saya jadi banyak yang ikut-ikutan kepengen blogging. Dari mulut ke mulut yang bau itu mulailah tersebar wabah demam blogging yang tinggi di kalangan geofisika ugm 2007. Ah namanya juga ngepop, sekarang hanya tinggal beberapa aja yang masih sering nulis di blog. Termasuk disini ada Mas Sony, Mas Abi, Mas Nahdhi, Mas Ali.

Setelah beberapa waktu menikmati blogging, saya mulai kenal dengan Ndoro Seten yang dari buah tangannya mengenai kopdar akbar pendekar tidar saya jadi mengenal istilah blogging for society. Bergabung-lah saya di Komunitas Blogger Magelang ajejuluk Pendekar Tidar dengan ikon kopdarnya bernama GETHUKAN tiap hari Sabtu pas minggu pertama dan ketiga di ringin tengah Alun-Alun Kota Magelang. Suasana tenggangrasa, saling berbagi, kebersamaan (haflah) dan kekeluargaan (silaturahmi) yang timbul dalam sebuah wadah paseduluran tanpa batas ini yang membuat saya semakin menghayati kesunyian blogging dalam diri saya selama ini. Blogging tak lagi hanya sebuah keinginan, blogging menjadi sebuah kebutuhan sekunder ghairu muakad untuk menjadikan diri saya lebih manusia dan memanusiakan manusia. Secara sederhana alasan kedua saya adalah, kehidupan sosial.

Kembali ke awal mula posting ini, saya akhirnya sedikit beralasan kenapa saya blogging. Saya blogging karena dengan blogging saya belajar untuk menyajikan tulisan agar menarik dan menggelitik pembaca untuk ikut berpikir, saling berkomentar sehingga terjadi interaksi. Belajar menjadi pribadi yang kritis, dinamis, responsif, dan peka terhadap segala bentuk situasi dan kondisi. Minimal blogging bisa jadi buku catatan mengenai apa yang selayaknya saya catat. Jadi alasan ketiga yang sudah dari beberapa paragraf awal saya tulisan sebagai alasan tersier, saya blogging adalah belajar.

Keseluruhan dari alasan-alasan ini jika dirangkai akan menjadi sebuah kalimat aneh dan rancu. Blogging bagi saya adalah keinginan untuk berperikehidupan sosial untuk menggapai sebuah pembelajaran. Saya rasa bukan sebuah cita-cita yang muluk ataupun tinggi, ah yang penting bisa tercapai.

Beberapa kata kunci dalam tulisan ini diantaranya belajar, sosial, keinginan, berbagi, semangat. Dari kata kunci itu saya bisa membuat sebuah rule mengenai apa yang saya tulis dalam blog ini. Bagaimana sekarang saya menggethoktularkan dan berbagi citarasa blogging ini untuk sedulur-sedulur saya di Magelang, untuk merealisasi tagging nya Magelang GoBlog?

Sedulur-sedulur yang menginginkan abstraksi paseduluran tanpa batas bersama balatidar silahkan datang ke acara GETHUKAN, kopdar-nya Komunitas Blogger Magelang yang diadakan setiap hari Sabtu jam 15.00 pas minggu pertama dan minggu ketiga setiap bulan bertempat di ringin tengah Alun-Alun Kota Magelang. Tidak harus menjadi seorang blogger terlebih dahulu untuk bisa datang GETHUKAN, tidak harus menjadi seorang Magelang pula untuk bisa mencicipi GETHUKAN.

Tulisan mengenai gethukan:
http://pendekartidar.org/usul-gethukan.php
http://pendekartidar.org/haflah-gethukan.php
http://pendekartidar.org/kopdar-gethukan-awal-tahun.php

Wayang Jaman

Dahulu kala ketika terdengar kata wayangan yang terlintas adalah semalam suntuk. Seiring perkembangan zaman, metode penyajian wayang ikut berkembang. Tak perlu semalam suntuk untuk menyelesaikan satu babak cerita karena skenario sudah diatur sebelum pertunjukan. Teknologi LCD makin menyemarakkan sajian cerita pewayangan sebagai backdrop dan pembentukan citra latar. Alunan suara gending pengiring cerita dan sinden bisa digantikan dengan recorder yang tinggal di-play.

Dari segi cerita, pewayangan modern tak hanya berkutat dari cerita-cerita Mahabharata atau Ramayana yang sedikit membosankan walau sebenarnya sarat dengan petuah, kawruh, dan pedoman hidup. Cerita-cerita pewayangan makin realistis menyentuh kehidupan modern yang plural. Pagelaran wayang dijadikan sebagai bentuk kritik politik, kritik sosial, juga untuk membentuk citra publik.

Dalam hal penyajian, dhalang makin menyesuaikan tema dan audience penikmat wayang. Dengan begitu pagelaran wayang akan tetap diminati dan selalu menarik untuk diikuti. Akan menjadi aneh jika audience-nya kawula muda tetapi yang diceritakan lelakon pandhawa versus bala kurawa. Dari segi bahasa, pagelaran wayang tak harus saklek menggunakan Basa Jawa sebab penikmat pagelaran wayang tak hanya masyarakat Jawa.

Perkembangan menuju wayang modern tak lepas dari awal mula istilah wayang dikenal di tanah Jawa Dwipa. Pada mulanya wayang digunakan sebagai media memanggil roh dalam upacara-upacara adat masyarakat Jawa. Masuknya Hindu ke Jawa mengubah genre wayang ke arah cerita-cerita dari kitab karangan panggedhe dan seniman Hindu di Jawa dan India. Setelah masuknya Islam ke Jawa, wayang mulai digunakan sebagai media penyebaran agama dan penyebaran pakerti luhur yang digagas oleh Sunan Kalijaga. Pasca Indonesia merdeka, pagelaran wayang makin berkembang hingga menjadi seperti wayang sekarang.

Mungkin suatu saat nanti akan muncul wayang digital melengkapi wayang wong, wayang golek, wayang kulit, dan wayang suket. Dalam sebuah pagelaran wayang, dhalang tak perlu polah bersandiwara langsung di depan penonton. Dhalang hanya duduk menghadapi multimedia system untuk menyutradarai dan mengisi dubbing pagelaran.

Tak tepat jika kita membentuk citra dan klaim bahwa wayang nyaris goyah dilamun zaman sebagaimana diulas Balairung Koran (Balkon) dalam Edisi Khusus 2009-nya. Justru wayang mengalami perkembangan pesat dalam menunjukkan eksistensinya sebagai bagian dari budaya bangsa. Bandingkan dengan perkembangan campursari yang dulunya serba alat tiup dan alat pukul, sekarang serba elektrik.

*Tulisan iki kanggo priyayi sing kerep ngomong aku ndhalang nek posting ing blog. Sesuk gawe wayang blog. Nulis artikel dhewe, komentar dhewe, bales dhewe.

Indonesia64

Genap 64 tahun Indonesia merdeka, makin banyak tantangan yang harus dihadapi Bangsa Indonesia. Walau tantangan makin banyak dan bermacam-macam, tapi selalu ada optimisme dari bangsa Indonesia. Seperti yang diungkapkan Seniman Nasional Iwan Fals lewat lirik lagunya, “tunjukkan pada dunia bahwa kita bisa”. Bisa apa?

Kita bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi. Sebagaimana yang telah diberitakan media internasional, Indonesia termasuk negara paling kuat dalam menghadapi kemelut perekonomian global yang melanda negara-negara di dunia dalam tiga tahun terakhir. Disaat negara-negara besar sekelas Amerika Serikat, Cina, Perancis, dan Inggris mengalami kemunduran ekonomi dan devisit ekonomi, Indonesia masih saja dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil tiap tahun. Artinya Indonesia masih terus melaju, tidak berhenti, apalagi mundur. Tak bisa dikatakan Indonesia ini negara miskin, lihat berapa banyak orang memiliki mobil baru setiap bulannya, lihat berapa banyak bangunan-bangunan megah dibangun setiap tahunnya. Dibalik parameter-parameter yang diungkapkan pemerintah lihat sisi lain yang disembunyikan. Lihat berapa banyak anak-anak yang busung lapar, lihat berapa anak yang hidup di jalanan, lihat berapa orang yang tidur di kolong jembatan. Selayaknya kesenjangan ekonomi dalam diri bangsa ini dikurangi.

Kita bisa maju di bidang pendidikan. Pendidikan dasar 9 tahun sudah menjadi barang gratis persembahan pemerintah. Fasilitas pendidikan di kota-kota semaikin mantap, semakin lengkap menunjukkan perhatian besar pemerintah di bidang pendidikan sebagaimana dititahkan dalam Pembukaan UUD 1945 “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sedikit jalan-jalan di pedesaan dan beberapa daerah terpencil ternyata fasilitas pendidikan jauh berbeda dari yang bisa dilihat di kota, bahkan ada sebuah wilayah luas yang sama sekali tidak memiliki institusi pendidikan setingkat SMP. Ironis jika pemahaman pemerintah tentang bangsa hanya wilayah-wilayah kota saja. Disini dibutuhkan peran serta masyarakat dan lembaga non-pemerintah untuk rewang bahu membahu ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Dimisalkan peran serta komunitas-komunitas blogger dalam tema Bloggers for Bangsari atau Perpus Warga Ngampon, peran serta Lembaga Swadaya Masyarakat memberikan advokasi kepada masyarakat-masyarakat di pelosok-pelosok desa yang belum makan garam pendidikan.

Kita bisa maju di bidang teknologi dan komunikasi. Kontes-kontes robot makin banyak di Indonesia, juara-juara olimpiade ilmu pengetahuan sedunia makin banyak berasal dari Indonesia. Sebenarnya robot yang dibutuhkan di Indonesia bukan robot gedheg berdasi yang hanya bisa joget dan menghabiskan banyak anggaran, yang dibutuhkan robot-robot beretika yang bisa ikut berperan serta memajukan bangsa ini. Beberapa bulan sebelum hari ini, Broadband Wireless Access diluncurkan oleh pemerintah, tender-tender BWA sudah ditunjuk sebagai pionir implementasi BWA. Implementasi yang hanya di kota-kota besar lagi-lagi menambah model kesenjangan dan anggapan bahwa yang disebut Bangsa Indonesia hanyalah masyarakat perkotaan. Jika menilik pertemuan antara komunitas cyber dan pemda di sebuah kabupaten/kota yang katanya cyber city, pihak kominfo sebagai tangan panjang dari pemerintah enggan mengimplementasikan infrastruktur telekomunikasi dengan alasan masyarakat belum siap, sebuah alasan klasik dan di mana-mana ada. Sudah menjadi sifat dasar bahwa masyarakat butuh stimulus untuk bangkit dan maju. Dengan adanya infrastruktur yang diimplementasikan masyarakat makin mudah belajar (untuk siap) karena memang difasilitasi. Lucu jika orang yang sedikitpun tidak kenal komputer dipaksa bayar internet.

Membangkitkan semangat Bhineka Tunggal Ika bukan hal mudah dan tidak hanya tugas pemerintah. Bomberman di Mega Kuningan adalah bagian dari Bangsa Indonesia, gerakan-gerakan separatis di berbagai daerah adalah bagian dari Bangsa Indonesia. Perang antar suku adalah bagian dari Bangsa Indonesia. Bagian yang perlu mendapatkan perhatian dengan porsi lebih dari seluruh elemen bangsa ini. Termasuk anda….