Setiap Batu Punya Cerita: Karang Sambung 5

Karangsambung dengan segala kompleksitas geologi adalah tempat menarik untuk belajar dan mencoba mengenal sejarah pembentukan muka bumi kita. Di Karangsambung kita boleh mempercayai bahwa Karangsambung pada mulanya adalah dasar samudera, lautan yang amat-sangat dalam. Sebagai contoh kecil, kita dapat menemukan perselingan antara Batu Rijang dengan Batu Gamping Merah. Dari segi warna saja sangat menarik dengan perselingan warna antara merah darah dengan warna merah hati.

Batu rijang (chert) adalah batuan sedimen dari laut dalam. Terbentuk oleh proses pengendapan yang terjadi pada dasar samudera. Batugamping merah terbentuk di dasar laut dalam dimana batugamping masih bisa terbentuk. Salah satu contoh adalah di daerah Igir Sambeng, sebelah barat Kompleks LIPI Karangsambung dengan menyeberang sungai Lukulo.

Bagi saya yang awam dalam hal kebumian tentu lebih melihat pada seni perselingan batugamping merah dengan batu rijang, tetapi secara geologis ketika kita menemukan batu rijang di permukaan daratan di hadapan kita, bisa disimpulkan kita sedang menginjak dasar samudera, lautan yang sangat dalam. Adapun sekarang posisinya berada di daratan itu adalah proses mahadahsyat dari pergerakan bumi, mengangkat batuan yang jika diibaratkan seluas satu kecamatan lebih dari dasar samudera hingga ke permukaan daratan. Bisakah dibayangkan kekuatan yang diperlukan untuk mengangkat massa sebesar itu?

Mengapa batu rijang kini bisa ditemukan di daratan? Takdir, ya takdir tentu ada prosesnya. Proses inilah yang harus dipelajari seorang geologi. Mempelajari bagaimana takdir dapat berlangsung jutaan tahun lamanya.

Setiap Batu Punya Cerita: Karang Sambung 4

Sisi Utara dari rangkaian geologi Karangsambung didominasi batuan beku. Batuan beku biasanya digunakan untuk bahan bangunan. Posting ini hanya sedikit menampilkan profil kerusakan sistem dari sebuah perbukitan di Karangsambung akibat penambangan batu yang berlebihan. Penambangan yang dilakukan pun bisa dikatakan tidak memenuhi standar dunia kerja, tanpa alat pengaman sama sekali.

Penambangan batu tanpa alat pengaman tentu saja sangat berbahaya,dinding batuan bisa runtuh kapan saja untuk mencapai kesetimbangan baru. masih untung kalau ukuran yang jatuh sebatas pasir-kerikil-kerakal, tetapi jika sudah berukuran boulder (bongkah) jatuh, bisa jadi truk pun tertindih penuh, karena ukuran dari bongkah bisa saja sebesar truk itu sendiri. lumayan berat sepertinya.

Setiap Batu Punya Cerita: Karang Sambung 3

Untuk seri ketiga dari Karangsambung kali ini saya membahas bagaimana batuan bisa menghidupi mayoritas masyarakat di sekitar aliran Sungai Luk Ula. Mengenai sejarah geologi akan saya ceritakan belakangan. Sungai Luk Ula menjadi sumber supply pasir bangunan bagi daerah Kebumen dan sekitarnya. Ini seperti di Magelang-Jogja ada Merapi sebagai sumber pasir bangunan. Tetapi tentu source-nya berbeda.

Kalau Merapi jelas sumbernya gunung api yang hingga kini masih aktif. Pasir Luk Ula merupakan tumpukan dari pengikisan batuan pegunungan di sekitarnya yang kemudian tertransport hingga Luk Ula. Jadi pasir di Luk Ula bisa dikatakan memiliki sumber yang “lebih tua” dibanding pasir Merapi.

Karena sumbernya sekarang tinggal dari batuan di pegunungan sekitar Luk Ula, maka dalam jangka panjang bisa disimpulkan secara sederhana bahwa pasir di Luk Ula suatu saat akan habis. Tidak ada lagi gunung api aktif sebagai sumber keluarnya pasir. Tentunya berbeda dengan Merapi yang hiperaktif yang dalam hitungan tahun bisa menghasilkan jutaan kubik pasir.

Pasir di sungai Luk Ula bisa dikatakan sebagai “sawah” bagi sebagian masyarakat, meski jika ke Karangsambung masih bisa ditemukan daerah persawahan dalam arti yang sebenarnya. Dalam sebuah pembicaraan saya dengan bapak sopir angkutan, penambangan pasir di Luk Ula sebenarnya sudah tidak boleh menggunakan alat “berat” dalam artian tidak boleh menggunakan mesin penyedot pasir, apalagi digger karena akan merusak ekosistem secara masif. Dalam kenyataan masih saja ada penambang pasir yang menggunakan mesin-mesin berat untuk menambang.

Masih dari bapak sopir, Pemerintah Kabupaten Kebumen sebenarnya sudah mengeluarkan peraturan mengenai penambangan pasir ini, tetapi karena ada oknum yang nakal jadi penambangan pasir secara masif ini masih saja berlangsung. Jika hal ini terus dibiarkan, masyarakat yang menambang secara manual yang nanti akan tersingkir.

Bagaimana GreenPeace? Berani angkat bicara?

Setiap Batu Punya Cerita: Karang Sambung 2

Melanjutkan tulisan mengenai Karangsambung, kali ini saya akan sedikit bercerita mengenai keberadaan Kali Lukula sebagai “penghubung” antar jaman. Umur batuan Karangsambung yang tersingkap di permukaan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaman pra-tersier dan jaman tersier. Tentunya hal ini adalah sesuatu yang menarik karena “beda jaman” tetapi berdampingan. Seharusnya pada kondisi normal batuan pra-tersier berada di bawah batuan tersier.

Deformasi bisa jadi sebagai alasan mengapa “beda generasi” bisa hidup berdampingan. Yang saya maksud dengan deformasi sebagai pengangkatan atau penurunan perlapisan. Jika diterapkan pada kondisi di Karangsambung.

Kemungkinannya adalah “kompleks” batuan pra-tersier mengalami pengangkatan, selanjutnya batuan tersier mengalami sesar turun sehingga batuan pra-tersier berdampingan dengan batuan tersier. Hal ini sangat mungkin terjadi jika pada kompleks batuan diatasnya (tersier) juga terkena imbas pengangkatan batuan pra-tersier. Tetapi perlu pembuktian dengan melihat kesamaan orientasi kemiringan bidang (keselarasan) pada batuan pra-tersier dengan batuan tersier.

Lukula adalah batas penghubung antara pra-tersier dengan tersier, Lukula merupakan zona sesar besar yang sebagian besar dari sisi-sisi sungai merupakan zona hancuran sesar. Artinya sisa-sisa dari gesek-menggesek antara pra-tersier dan tersier bisa ditemukan sepanjang zona sesar sungai Lukula.

Setiap Batu Punya Cerita: Karang Sambung 1

Hari ini adalah hari pertama di Karangsambung dalam rangka Geological Field Camp. dengan sedikit fieldtrip berdurasi sekitar 3 jam rasanya sudah cukup untuk sekedar mengamati kondisi geologi secara umum dari daerah pengamatan Karangsambung. Karangsambung adalah Kampus Lapangan LIPI yang sudah dijadikan Cagar Alam Geologi. Sebenarnya ada beberapa cerita yang seharusnya saya tuliskan dalam satu posting ini, tapi rasanya tak enak kalau terlalu panjang. Cukup lah kalau saya mengambil satu titik pengamatan saja untuk sedikit diinterpretasikan dan diidentifikasi.

Sungai Lukulo bisa dikatakan source utama dari Karangsambung. Menuju Karangsambung itu sendiri memang harus melalui sungai Lukulo ini. Yang saya ceritakan hanyalah sedikit kisah dari Lukulo, yaitu bentuk aliran sungai yang unik melikuk-likuk layaknya ular. Sebenarnya bentuk meliuk ini seperti pada Bengawan Solo jaman dahulu sebelum dilakukan normalisasi.

Bentuk yang berliku-liku ini sebenarnya ada keuntungannya karena dengan bentuk yang berkelok ini bisa mengurangi kecepatan aliran sungai, yang selanjutnya akan terasa saat terjadi banjir karena aliran air “diperlambat” jadi tidak terjadi banjur bandang. Ini yang terjadi di Sungai Lukulo.

Sekarang kita bandingkan dengan Bengawan Solo. Dahulu bentuk bengawan solo juga berkelok seperti halnya Sungai Lukulo. Tetapi karena dilakukan normalisasi aliran Bengawan Solo “diluruskan”, alasannya tentu agar di sekitar Solo tidak terjadi banjir. Bisa diilustrasikan sebagai berikut:

Karena dari hulu sungai terus terjadi erosi, akibatnya di sekitar sungai tetap terjadi pengendapan dan pendangkalan. Sama halnya pengendapan sebelum dilakukan naturalisasi (pelurusan aliran sungai). Pada bentuk melengkung, kecepatan aliran air sungai diperlambat saat melalui belokan-belokan sungai. Setelah dilakukan naturalisasi aliran sungai menjadi lurus dan tidak ada “rem” untuk memperlambat kecepatan aliran sungai, sesuai hukum fisika mengenai energi kinetik, karena kecepatan yang besar akibatnya energi yang dibawa pun juga besar, ketika terjadi banjir maka terjadi multiplikasi (pengalian) antara massa yang besar dengan kecepatan yang besar, sehingga terjadi banjir bandang yang pastinya merusak, atau setidaknya mengangkut lumpur.

Sekarang apa yang terjadi jika terjadi banjir di Bengawan Solo? Karena pengendapan, Solo kini kembali terancam terendam banjir. Tak hanya Solo, wilayah-wilayah yang dilalui Bengawan Solo pun ikut terkena imbasnya.