Sampah

Sampah, sampah dalam arti secara fisik tanpa dimajaskan.

Hari Jumat sore lalu mendadak saya ingin ganti suasana kamar kos. Segera saat itu juga saya mengeluarkan sebagian barang dari dalam kamar. Kamar saya bersihkan, beberapa sudut kamar saya pel, dan barang yang ada di dalam kamar saya tata ulang. Beberapa barang yang terlihat “kumuh” saya sortir. Barang yang saya rasa sudah tidak saya gunakan segera saya pack dan pindahkan ke rak depan kamar. Setelah selesai membersihkan kamar, barang-barang yang tadinya saya keluarkan dan masih saya manfaatkan saya masukkan kembali. Saya tata secara berbeda dari penataan kamar sebelumnya.

Dalam waktu hanya dua minggu ternyata saya sudah mengumpulkan sampah di dalam kamar hampir satu keranjang sampah penuh. Sampah yang saya maksud berupa ballpen yang sudah macet, bungkus obat, sikat gigi rusak, baterai sekarat, plastik kresek, masker anti debu, kabel-kabel, RAM rusak, mainboard rusak, dan beberapa barang “awet” lainnya. Bagi saya itulah sampah sebenarnya, karena barang-barang seperti itu membutuhkan waktu sangat lama untuk bisa terdekomposisi menjadi material yang clean and save for environment (*pura-pura jadi duta lingkungan*)

Ada hampir satu rim kertas yang kemungkinan sudah tidak saya gunakan kembali. Sampah kertas? Bukan, kertas-kertas itu bukan sampah. Saya mengumpulkannya dan saya letakkan ke dalam rak berukuran besar di depan kamar. Berharap suatu ketika ada yang membutuhkan atau bersedia memanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat, misal untuk bungkus tempe.

Sudah menjadi kebiasaan di kosku setiap anak yang memiliki kertas bekas atau buku yang dimungkinkan tidak dipakai kembali diletakkan di rak depan kamarku. Tentu saja kebiasaan ini sangat berguna. Setiap kali rak hampir penuh, salah satu diantara anak kos memanggil pembeli kertas kiloan. Kertas-kertas itu kemudaian “disulap” menjadi beberapa receh uang sekedar untuk membeli jagung manis untuk dibakar bareng-bareng di halaman tengah kos.

Terkadang saya melihat isi rak, siapa tahu ada buku atau beberapa lembar kertas yang masih bisa dimanfaatkan. Kata si Data, saya itu open. Open bukan bahasa Inggris yang berarti buka, open yang dimaksud adalah memiliki kebiasaan ngopeni (merawat) barang-barang apa saja yang kemungkinan masih bisa saya manfaatkan. Open ini bukan penyakit lho. Sisi positif dari orang yang open adalah care terhadap apa saja dan siapa saja. Sisi negatifnya, orang open membutuhkan ruang lebih untuk menyimpan barang-barang yang diopeni. Mungkin karena itulah saya tidak menyukai ruangan yang sempit dan selalu memilih kamar kos terluas.

Kepedulian anak-anak kos untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan kos sangat menyenangkan. Lingkungan bersih menimbulkan suasana yang nyaman dan betah saat menempati, terlebih di halaman tengah rumah kos terdapat pohon jambu yang hampir setiap saat berbuah. Selain membuat sejuk halaman tengah, keberadaan pohon jambu ini terasa sekali manfaatnya karena selalu menghasilkan buah yang siapa saja boleh memetik.

Srawung antar anak kos juga terjaga karena di halaman tengah kos terdapat public space untuk ngobrol bareng, nongkrong bareng, atau makan bareng di halaman tengah. Mungkin ini terjadi karena masalah pengelolaan kos (dalam artian perawatan dan urusan kelistrikan) oleh pemilik kos sudah sepenuhnya dipasrahkan ke anak-anak kos. Tentu saja tetap ada kontrol dari pemilik kos untuk urusan kebersihan dan keamanan.

*cerita lain*
Di kampung halaman saya (Magelang) ada sebuah sentra kerajinan di daerah Trunan (sekitar Bukit Tidar) yang membuat tempat sampah dari ban-ban bekas. Tentu saja yang digunakan adalah ban-ban besar semacam ban truk atau ban bus pariwisata. Sentra kerajinan ini selalu kebanjiran order saat menjelang lebaran, tahun ajaran baru, dan saat ada mahasiswa KKN. Salah satu pengrajin yang saya kenal bernama Salman, di dalam kontak HP saya memberi nama “Salman Sampah“. Kok sampah? Karena setiap kali saya mendengar kata sampah yang saya pikirkan adalah tempatnya, bukan sampahnya.

Tunggakan Listrik 3 Bulan

Sore kemaren sempat dibuat bingung karena pas lagi tiduran ada orang datang katanya mau mutus listrik. Dalam selembar kertas yang dibawa pun disitu tercantum pemutusan listrik karena tagihan listrik sudah nunggak tiga bulan. Padahal sepengetahuan saya, listrik di kost setiap bulan sudah bayar. Jadi pagi tadi klarifikasi kebenaran surat yang dibawa oleh bapak-bapak kemaren.

Sebenernya sudah sedikit curiga juga, jangan-jangan mas-mas yang jadi perantara itu yang belum bayarin listrik ke perusahaan yang ngurus listrik. Sebenernya mekanisme pembayaran listrik di kost agak unik karena Bapak Kost menyerahkan sepenuhnya perihal pembayaran listrik kepada para penghuninya, perlunya agar ada saling kenal antar penghuni kost.

Misal dalam satu kost ada 18 orang, dari 18 orang ini ditunjuk untuk mengurus perihal tagih-menagih listrik. Setelah dibagi tanggungan bayar setiap penghuni, penghuni wajib membayar tanggungan listriknya sebelum tanggal 10 setiap bulannya. Dikumpulkan ke satu orang, selanjutnya satu orang tersebut yang mbayar ke perusahaan yang ngurus listrik.

Menurut pengakuan yang ngurus, bayarnya itu lewat perantara. Kalau saya liat bukti pembayarannya sih disitu ada Nomor ID si perantara-nya. Tadi sebelum berangkat sempat cek si pemilik ID itu di website perusahaan yang ngurus listrik. Setelah dapat namanya segera saya dan teman yang ngurus listrik segera ke kantor perusahaannya untuk melakukan klarifikasi dan pembetulan dengan menunjukkan bukti pembayarannya.

Sampai di perusahaan yang ngurus listrik segera ditunjukkan bukti-bukit pembayarannya. Nah dari situ keliatan kalau ternyata yang jadi perantara lah yang belum memasukkan uang pembayaran tagihan listriknya ke perusahaan yang ngurus listrik.

Mungkin si perantara tersebut sengaja telat membayarkannya karena ditabung terlebih dahulu di bank. Wajar karena dengan begitu si perantara dapat bunga bank, setidaknya sekian persen dari tagihan yang seharusnya dibayarkan bulan itu.

Saya heran, kok ya masih ada yang berbuat seperti itu. Jelas itu merugikan perusahaan yang ngurus listrik dan saya sebagai pelanggan listrik. Apa pegawai yang seperti itu masih patut dipertahankan?

PESAN:
Kalau memungkinkan bayar langsung ke perusahaan yang ngurus listrik mending langsung bayar ke perusahaannya entah itu pake transfer bank atau datang langsung ke kantornya. Hati-hati membayar melalui perantara yang curang, bisa jadi mengalami kasus seperti yang sudah dialami oleh teman-teman di kost. Tapi kalau pengen sekedar untuk pengalaman ya silakan saja, semoga “beruntung”.

Dosa MLM

Penrahkah anda mengajarkan keburukan kepada orang-orang disekeliling anda? Mungkin secara tidak sadar kita pernah mengajarkan keburukan kepada orang di sekeliling kita. Mungkin juga kita secara sengaja mengajarkan kejelekan, bisa dalam lingkup keluarga, RT, RW, atau cakupan yang lebih luas di jagad raya. Bisa jadi keburukan ini mendatangkan dosa bagi anda.

Mari kita berhitung secara matematis terhadap perbuatan buruk yang kita ajarkan kepada orang lain. Sebagai studi kasus masih mengenai orang yang menyebarkan video ariel luna maya, ariel cut tari, atau ada lagi dengan video mesum mirip artis bunga citra lestari dan ariel.

Misal anda menjadi orang yang pertama kali upload video mesum. Katakanlah dosa karena menyebarkan bisa dihitung 1 poin. Selanjutnya dari apa yang anda upload ada 2 orang yang download, kemudian menyebarkan lagi kepada 2 orang, disebarkan lagi kepada 2 orang, begitu seterusnya.

Dalam hal persebaran ini, anda telah mengajarkan keburukan kepada orang lain, katakanlah dari setiap persebaran oleh 1 orang anda mendapat komisi dosa sebesar 10%. Dengan metode matematis anda bisa menghitung jumlah “anakbuah” anda, selanjutnya anda juga bisa menghitung jumlah komisi anda. Perhitungannya seperti sistem Multi Level Marketing dimana anda adalah orang level teratas (level 1), bedanya kalau MLM itu yang dikomisikan produk tertentu, kalau anda yang dikomisikan produk dosa.

Dari ilustrasi diatas maka terbentuk suatu deret yang sifatnya eksponensial dimana jumlah orang dibawah anda (n) dalam sebuah fungsi level (L) dapat dirumuskan dengan:

n = 2^L – 2

setelah diperoleh n dapat dihitung jumlah komisi (K) anda seberar 10% dari tiap anggota yaitu

K = n * 10%

Dari komisi yang anda peroleh bisa dihitung total dosa anda (D) yaitu

D = K + 1

Jika digambarkan dalam tabel dan grafik akan diperoleh seperti berikut ini:

Diibaratkan untuk 1 poin anda dihukum dimasukkan dalam neraka yang panasnya masih pada suhu 27 derajat celcius (suhu normal ruangan), maka jika persebarannya mencapai level 9 anda akan dimasukkan neraka pada suhu diatas 1400 derajat celcius, atau sedikit lebih panas dari yang digunakan untuk meleburkan besi. Kiranya lumayan panas bukan?

Pesan dan Saran

Jangan mengajarkan kepada orang lain berbuat dosa karena dosanya dapat “berkembangbiak”, hati-hati dalam bertindak. Selamat belajar matematika.

Sepeda Baru UGM

Posting ini sebenernya mau saya masukkan dalam PhotoBlog, salah satu blog saya yang lain. Tetapi karena rasanya sudah lama saya tidak membelai blog ini dengan sebuah tulisan yang murni dari blog ini, rasanya saya perlu untuk sedikit keluar jalur dengan menuliskan posting di blog ini. Tentunya dalam posting ini lebih banyak memuat gambar karena memang ini adalah posting-nya PhotoBlog yang sedang keluar jalur. Mohon untuk legowo dan nrimo dengan posting ini yang malah makan bandwidth koneksi anda.

Ini adalah gambar-gambar sepeda saya yang saya beli dua minggu yang lalu. Meski saya sudah ada motor yang sebelumnya saya pakai untuk lalu-lalang kampus-kost, tapi membeli sepeda adalah untuk menyiasati akan diberlakukannya KIK (Kartu Identitas Kendaraan) pada beberapa fakultas di kampus UGM. Saya tidak pernah mempermasalahkan kenapa harus ada KIK, yang oleh konco-konco BEM dikatakan “komersialisasi kampus”. Toh saya secara pribadi juga tidak menolak kok pemberlakuan KIK ini.

Bagi yang bukan warga UGM tetapi sering sliwar-sliwer di sekitar kampus UGM mohon untuk memperhatikan kebijakan pemberlakuan KIK ini, jangan sampai anda nanti misuh-misuh karena parkir kendaraan bermotor di kampus kok mbayar. Dari surat edaran dan beberapa media publikasi yang ada, pemberlakuan KIK ini mulai tanggal 5 Juli 2010.

Nasi Goreng Pak Roji Candimulyo

Jam tangan menunjukkan 15.00 sudah lewat dari waktu sholat ashar, saya baru saja pulang dari Yogyakarta. Oh ya, minggu ini saya pulang tak seperti biasanya. Biasanya pulang rumah sudah menjelang malam. Sabtu siang berangkat dari Jogja, tanpa mampir ke rumah terlebih dahulu saya langsung menuju Ringin Tengah, tempat Gethukan para Pendekar Tidar. Minggu ini saya pulang hari Jumat.

Tak seperti biasa pula meski tidak ada gethukan hari ini, saya tidak segera pulang ke rumah. Saya mampir sebentar ke tempat makan nasi goreng kesukaan, di pertigaan Candimulyo. Tak jauh memang dari rumah, kalau pun jalan kaki tak sampai berselang 10 menit. Tapi saya lebih memilih mampir terlebih dahulu daripada harus bolak-balik. Setelah pesan saya pun pulang terlebih dahulu, beristirahat sejenak dan sholat ashar. Menjelang jam 16.30 saya baru kembali ke tempat jual nasi goreng tadi.

Sekiranya menunggu sekitar 90 menit untuk makanan disajikan adalah hal luarbiasa jika anda sudah memesan terlebih menunggu di tempat makan selama itu, nggondok. 90 menit adalah waktu untuk ngantri 16 porsi nasi goreng Pak Roji. Baru saja buka jam 14.30 dan saya pesan selang waktu setengah jam pun sudah ngantri 16 porsi.

Nasi goreng tetaplah nasi goreng, begitu mungkin. Lidah orang memang beda, tapi gak pernah bohong. Saya suka dengan aroma bumbu yang sangat kuat dari nasi goreng Pak Roji ini. Kalau orang Jawa mungkin tidak terlalu suka dengan rasa yang “menikam”, tapi saya suka meski saya orang Jawa. Nasi goreng Pak Roji dibuat masih menggunakan anglo dan masih menggunakan kepet. Serba manual deh pokoknya.

Selain nasi goreng, pak Roji juga menyediakan mie goreng, mie godog, juga nasi godog. Tapi saya sendiri belum mencoba mencicipi selain nasi goreng. Katanya sih enak, kapan-kapan lah saya coba.

Harga Rp 5.000,00 tentu bagi orang perkotaan adalah harga yang wajar. Tapi di pedesaan semacam Candimulyo, Rp 5.000,00 termasuk mahal pasalnya Rp 5.000,00 sudah bisa untuk makan sekeluarga, seharian. Mengandalkan hasil bumi dan tanam-tanaman liar yang untungnya banyak yang bisa dimakan. Harga yang dipasang per porsi dari nasi goreng Pak Roji, terakhir kali saya ke tempat itu adalah seharga Rp 4.000,00. Itu pun sudah termasuk mahal kata tetangga saya, seorang guru di SMP dekat rumah.

* Anglo diucapkan angklo, adalah semacam tungku bakar tetapi menggunakan arang sebagai bahan bakar, layaknya tempat membakar sate hanya bentuknya saja yang beda. Kepet adalah kipas terbuat dari bambu, huruf e pada kepet diucapkan layaknya mengucapkan merem.