Oknum

Sekarang ketika saya mendengar kata “oknum” dalam pikiran saya langsung “pegawai negeri”. Mungkin beberapa pembaca juga demikian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

ok·num n 1 penyebut diri Tuhan dl agama Katolik; pribadi: kesatuan antara Bapak, Anak, dan Roh Kudus sbg tiga — keesaan Tuhan; 2 orang seorang; perseorangan; 3 orang atau anasir (dng arti yg kurang baik): — yg bertindak sewenang-wenang itu sudah ditahan.

Saya sendiri heran, mengapa bisa demikian. Ini bukan berarti saya mengkambinghitamkan media. Tapi pada kenyataannya berita-berita di TV, radio, dan koran (yang sering saya temui) kata oknum tertuju pada seseorang yang tidak diketahui kejelasan identitasnya (atau sengaja disembunyikan) tetapi diketahui merupakan seseorang yang bekerja/bertugas/berada dalam lembaga negara tertentu. Ini tentang cara pemberitaan media. Ini karena cara pemberitaan media sangat efektif dalam pembentukan citra terhadap sesuatu.

Sebab Laptop Bermasalah

Gara-gara laptop eror, saya semalem jadi beranjak tidur jam 02.00 AM. Dan tadi pagi, saya bangun kesiangan padahal hari ini ada Stadium General Asistensi Agama Islam jam 08.00 AM. Telat 15 menit, akhirnya saya putuskan untuk tidak masuk sekalian dan terdampar di HMGF ikut bersih-bersih kamar HM.

Di sinilah saya menyadari bahwa saya salah kostum. Bersih-bersih tapi saya pakai baju dan celana serba putih (susah nyucinya, gampang kotornya). Jam 10.00 selesai bersih-bersih. Sempat foto-foto bareng juga lho.

Kalau di lihat selama bersih-bersih, ternyata yang paling rajin adalah uni Nike, dan paling males bisa dipastikan adalah saya -jelas-. Yang ikutan pun juga sedikit banget. Dari 49 cindil 2007, hanya ada Nike, Arie, Nevi, Abi, Dicky, Yudha, David, dan tentu saja saya. Sampah yang terkumpul selama 2 minggu ternyata lumanyun banyak. Minggu depan giliran mas/mbak angkatan 2006 yang bersih-bersih.

saya minggu depan ada SG-AAI tapi saya juga mau Survei ke Selo (antara Merapi dan Merbabu). Jadi bingung mau ikut yang mana. Tapi ada usulan dari si Data tuh, SG-AAI pindah ke Selo (usul tidak diterima). Sementara saya masih milih buat ikut Survei ke Selo. Eh…

Perubahan

Akhir-akhir ini saya selalu tampil rapi dalam berpakaian. Entah kesambet malaikat dari mana, saya jadi merasa aneh tidak seperti biasanya. Dulu saya lebih sering memakai busana-busana kasual, sekarang teman-teman agak heran. Ada yang nyeletuk begini, “tumben lo rapi amet”, “tumben baju lo dimasukin”, ada yang lebih aneh lagi, “Bisa rapi juga toh?” Kenapa perubahan pada diri saya selalu ada saja berkomentar, diperhatikan. saya bukan Artist, Pejabat Negara, Boss, atau apa. saya itu sekedar cantrik biasa lho. Sama seperti teman-teman saya lainnya. Sudah lah biasa aja. Bukankah saya jadi tampil lebih rapi itu perubahan positif?

Sebenernya sih begini ceritanya. Dahulu kala saya tiap kali ke kampus ya pakaiannya begitu-begitu aja. Celana jeans, kaos ber-krah, sepatu, tas ransel (kayak mau tracking aja). Sekarang karena tuntutan kuliah dan kerja (emang kerja apa sih?) saya harus selalu tampil rapi. Oh ya, saya jadi Asisten (lagi) sekarang. Tapi beda tempat dan tentu saja beda matakuliah. Sebenarnya alasan dasarnya bukan itu, saya tiba-tiba punya kesadaran untuk tampil lebih rapi. saya pengen jadi mahasiswa sopan yang sebenarnya, pengen tampil layaknya mahasiswa tipe akademis. Dulu saya sering dikira masih sekolah SMA (pernah dikira masih SMP malah). Dengan berpakaian rapi dan sopan tentu akan merubah opini publik (walah dalem banget bahasanya), jadi saya tidak dikira masih SMA lagi.

SIA UGM Harus Berbenah Diri

Dahulu kala saat masih Semester I (saya masih ingat) susah (dan capek) mahasiswa FMIPA mengurus Kartu Rencana Studi (KRS). Ya waktu itu Input data belum online seperti sekarang (hanya local network saja). Mau ambil KHS dan KRS harus ngantri dulu di Bag. Akademik, trus ngisi KRS, dilanjutkan Input Data/Key In (yang harus ngantri lagi), setelah itu baru menyerahkan KRS kembli ke bag. Akademik. Yah dahulu kala paling ga enak karena harus ngantri. Itu permasalahan yang udah JADUL.

Bagaimana dengan sekarang dengan Sistem ‘terpadu’ yang disebut SIA?

Sekarang saya sudah memasuki semester 4 dan sedang masa-masa pengisian KRS. Awalnya di Bag. Akademik FMIPA UGM semua lancar-lancar saja. Giliran saat mau Input Data (melalui SIA) semua jadi kacau dan menyebalkan (bukan karena antri). Semua itu terjadi karena tidak ada kesesuaian antara yang dari Bag. Akademik dengan di SIA. Bagaimana mungkin IP saya berbeda antara data dari Bag. Akademik dengan yang di SIA (IP di SIA lebih tinggi), padahal secara matematis IP yang dari Bag. Akademik yang bener.

Si Sony (curhat sama saya) juga mengalami hal yang sama, tidak ada kesesuaian. Tapi bedanya IPnya di SIA lebih rendah dari PI menurut Bag. Akademik. Ya ini secara otomatis mengurangi jatah Kredit (SKS) semester berikutnya (Semester 4).

Tambah lagi mengenai Jadwal yang ‘tabrakan’. Ada beberapa mata kuliah wajib (dan terprogram) ternyata tidak dapat diambil karena ‘tabrakan’. beberapa Praktikum juga mengalami nasib yang sama (tabrakan, red.). Padahal biasanya jadwal praktikum lebih fleksibel dan dapat dipindah di hari atau jam yang lain.

SIA UGM harus banyak berbenah diri agar nantinya tidak terjadi hal-hal yang mempersulit mahasiswa. Bukankah tujuan SIA itu untuk mempermudah dan mempercepat? Ya ini mungkin sesuatu yang wajar sebab implementasi SIA di FMIPA juga baru beberapa semester ini, tambah lagi jumlah mahasiswa yang lumayan banyak pastinya menjadikan ‘sampling error’ juga lebih banyak.

Menurut pengakuan teman saya (anonim, red.): “mending pake sistem yang dulu, walau harus ngantri sih”

Itu tadi sekelumit kisah nyata yang saya alami saat memasuki semester 4 ini.

Ada Obsesi, Ada Jalan

Baru saja saya berkunjung ke mabes HMGF. Eh kok sepi banget ya? Oh iya, lagi pada ujian. Seperti biasa selain jadi dhemit penunggu HMGF saya juga jadi bandwidth user. Jadi penguasa berjamaah hotspot Fisika 2 yang lemot itu.

Selesai menyalakan laptop saya menemukan sebungkus rokok bertuliskan Ada Obsesi Ada Jalan di meja depan saya. Saya buka masih ada enam lencer rokok di dalamnya. Ah untungnya saya bukan ahli hisap, jadinya rokok hanya saya diamkan saja. Setengah jam berlalu tidak ada sang pemilik yang opyak merasa kehilangan rokok.

Yang menarik bagi saya bukan siapa yang punya rokok ini, tapi apa yang tertulis di bungkus rokok itu, Ada Obsesi Ada Jalan. ini adalah sesuatu yang bagus jika diterapkan di tempat yang benar dan di waktu yang benar. Bukan berarti meletakkannya pada bungkus rokok itu sesuatu yang salah lho.

Kenapa saya berpikir obsesi yang dimaksud pada bungkus itu malah obsesi merokok ya? Jadi ketika sampeyan ahli hisap punya obsesi merokok, pasti ada jalan untuk mendapatkan rokok mbuh piye carane. Ngambil di HMGF tadi lho mas, ah itu bukan punya sampeyan bukan punya saya juga. Nglinthing dhewe, ya monggo siapkan klembak menyan, baret, tembakau. Beli, bagus lah kalau sampeyan udah makaryo dan bisa beli dengan uang hasil anda bekerja. Bagaimana dengan kasus anak SMP-SMA yang merokok? Barangkali orangtua tidak melakukan kontrol terhadap uang saku yang diberikan kepada anak-anak mereka.

Sebuah jalan yang baik adalah orangtua selalu meminta pertanggungjawaban dari dari anaknya ketika orangtua memberikan uangsaku. Selain sebagai kontrol, cara ini juga bisa jadi sebagai ajang pembelajaran menajemen keuangan bagi anaknya. Bisa jadi juga ini sebagai cara mendidik anak untuk bertanggungjawab terhadap apa yang dibebankan kepada dirinya.

Bukan bermaksud iyik kepada sang anak. Tetapi ketika ini dimulai sejak dini, akan menjadi sebuah kebiasaan bagi sang anak untuk melaporkan apa yang telah dibebankannya. Tak harus ada kuitansi, mosok beli es lilin aja pake kuitansi opo maneh faktur. Setidaknya dengan ada laporan pertanggungjawaban bisa untuk menjaga agar komunikasi antara orangtua-anak tetap terjalin.

Seharusnya orangtua juga terobsesi ketika membaca tulisan ini. Terobsesi untuk menjadikan anaknya sebagai pribadi yang bertanggungjawab. Bagaimana sampeyan?

Prihatin tenan saya ini ketika melihat beberapa anak sekolah pamer dan dengan bangganya menunjukkan kebolehannya sebagai ahli hisap, di sekitar Alun-Alun Magelang sana. Ah mengurangi penilaian saya terhadap kota tercinta yang sebenarnya sudah baik dimata saya. Iki anake sopo to? Wuassyu….