Ndalem Patosan

Tadi pagi saya pas pulang ke Jogja nglegakne mampir ke tempatnya Pak Gunawan (rumah pelangi) di Ndalem Patosan (melu-melu Peniten). Disana saya malah ketemu anak-anak SMA lagi pada buat film (rasah mikir film aneh-aneh). Nah kebetulan juga saya masih ada di tas beberapa lembar brosur lomba, sisa yang kemaren. Sisan wae saya kasih beberapa ke mereka. Kebetulan mereka ini cah-cah Ponggol (SMA N 1 Muntilan) adek kelasnya Mas Nanang. Pantesan kok pas tak tanya kenal ndak sama Mas Edi yang dari Polengan mereka bilang ndak tau (hehehe).

Saya sempat liat beberapa cuplikan film yang ada di komputernya di tempat Pak Gun. Ternyata banyak sekali film yang mereka buat disana itu terkesan sangat mengangkat kearifan-kearifan lokal. Jadi saya iseng-iseng bilang ke yang disitu mbok ya dibuat tulisan nanti tak posting nang blog.

Oh ya, tadi pas ngobrol sama Pak Gunawan mengenai konsep Tlatah Bocah. Pak Gunawan sedikit berbicara mengenai kesulitannya dalam mengumpulkan kaos-kaos bekas di wilayah Kota Magelang (gak punya temen). Jadi Pak Gunawan minta bantuan dari teman-teman tidar (Pak Gun nyebutnya Tidar buat Pendekar Tidar) sekedar mencarikan tempat untuk dijadikan tempat (posko) pengumpulan kaos-kaos bekas (sukur-sukur melu ngumpulake), sekaligus publikasi mengenai tempat-tempat pengumpulan kaos. Rencananya kaos-kaos itu nanti mau dijual pas di acara Tlatah Bocah, di sela-sela workshop (pasar murah istilahnya Pak Gun).

Saya sedikit mengambil “wejangan” dari apa yang bisa saya baca tadi. Pak Gunawan bener-bener tidak pernah meminta sponsorship untuk acara-acara besarnya. Rumah Pelangi usaha dari “ngumpulake receh” yang bisa ditandangi bersama. Melakukan hal-hal kecil yang sekiranya tidak membebani siapapun tetapi bisa memberi manfaat.

Biar lebih jelas, monggo silahkan sesekali (sering juga boleh) sowan saja ke tempat Ki Ageng Patosan. Di Ndalem Patosan juga jadi kampus Universitas Kehidupan lho….

Mblumbang, 12 April 2010

Pentas Seni SMA 3 Magelang 2010

Bigger World, Bigger Act, Bigger Dream for Indonesia, begitu tema yang dibawa dalam pentas seni smanaga tahun ini. Mencoba meng-Indonesia-kan seluruh insan akademik di sekolah. Tapi bagi saya ini sangat-sangatlah aneh. Kalau untuk meng-Indonesia-kan insan akademik, kenapa tema yang dibawa diungkapkan dengan bahasa Inggris ya? Selama saya mengikuti ajang kreasi antar kelas dari tadi pagi hingga menjelang dhuhur sedikitpun tidak menampilkan sesuatu yang khas Indonesia. Jadi apa tema sesungguhnya?

Terlepas dari itu semua, momentum pensi smanaga dari tahun ke tahun menjadi saat berkumpulnya para alumni di sekolah. Berbeda untuk kali ini, saya secara tidak sengaja bertemu dengan pak Joko guru Matematika saya dulu. Obrolan seputar dunia komputer mengalir hingga ujung-ujungnya mengarah “installke program”. Wah untung saya tidak terlalu dikenal di sekolahan seperti Mas Eko, jadinya ketika masalah-nya pak Joko di-floor-kan ya yang nandangi Mas Eko, install Nero dan beberapa program lainnya.

Di depan saya membentang pemandangan yang sama persis dengan yang biasa saya lihat, kembaran laptop-ku tetapi berplatform intel, compaq 510-nya bu Tafri (juga guru matematika). Ah emang bu Tafri ini gak pernah mau kalah dan ketinggalan informasi (kepingin), karena saya nganggur ya akhirnya saya yang nangkap install program. Untung-nya bu Tafri ini hanya kepengen program-nya dari Mozilla (firefox) yang pada dasar-nya freeware (gratis).

Seperti keperluan keperluan saya beberapa minggu sebelumnya, selain bertemu teman-teman semasa SMA, saya membawa misi terselubung dari balatidar, rencana pelatihan blog di sekolah. Hasilnya? Setelah sedikit berpanjang lebar dan sedikit menggurui guru sekolah memberikan feed back positif, tinggal menentukan waktu yang atas permintaan dari bagian humas sekolahan diusahakan agar pelatihan dilakukan bulan Januari ini, pas hari Sabtu setelah jam 13.30.

Lha ulasan pensi-nya mana? Pensi berjalan seperti biasa, seharusnya dengan melihat adanya beberapa sponsor yang melekat dalam pensi kali ini, acara harus lebih WAH. Ya memang kali ini pensi sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Begitu gambaran awal saya tentang pensi-nya smanaga kali ini.

Kalau jaman dahulu kala antara jumlah penyaji band dengan penyaji kabaret (semacam teatrikal ber-dubbing) hampir sama, kali ini kelihatannya lebih banyak yang menyajikan band kelas. Apa yang membuat band menjadi lebih menarik di kalangan anak SMA?

Setelah saya telusuri dan bertanya kepada beberapa anak ternyata alasannya karena menyajikan band itu lebih simple dan tidak repot memperjuangkan properties dibandingkan kabaret. Saya dulu malah lebih senang ketika kelas menyajikan kabaret, nuansa kebersamaan selama latihan, pengerjaan property, dubbing sangat terasa. Ah sepertinya jaman telah bergeser selama 3 tahun ini. Nuansa individualis di kalangan siswa mulai terasa. Kenapa siswa semakin individualis ya?

Dari obrolan saya dengan seorang guru, saya dapat mengerti dan sedikit memahami mengapa siswa menjadi individualis. Siswa berangkat sekolah jam setengah tujuh pulang sekolah jam dua, nanti ditambah les privat dan macem-macem sampai rumah paling cepet jam lima sore. Siswa tak punya waktu untuk bersosialisasi dengan teman sebaya di lingkungan rumah. Inilah yang bisa menjadikan siswa kurang percaya diri, merasa segala sesuatu harus dikerjakan sendiri, sering mengalami konflik dalam teamwork. Kira-kira begitu dari hasil bacaan mengenai sikap adik-adik saya di sekolah.

* saya tidak sepenuhnya menyalahkan siswa mengenai sikapnya yang individualis, dan tentunya tidak semua siswa di sekolahan menjadi siswa yang individualis.

PIT HAGI 34th 2009

Di posting ini banyak memakai bahasa asing bukan berarti saya gak cinta Indonesia seperti yang digembor-gemborkan banyak sedulur di ranah maya ini bahwa memakai bahasa asing tidak mencerminkan cinta Indonesia (mungkin karena lagi populer ya tulisan tentang nasionalisme). Bagi saya parameter cinta Indonesia tak hanya dilihat dari bahasa tapi masih banyak parameter-parameter lain. Maaf kalau ada yang tersinggung, sengaja saya sedikit menyinggung sampeyan.

Saya cuma mau posting sedikit tulisan saya, sisanya kopas dari web resmi-nya PIT 34th HAGI.

The 34th Annual Meeting is hosted by the HAGI (Indonesian Association of Geophysicists). This convention provides opportunities among earth scientists to share ideas, opinion and experiences in geophysical sciences as well as their new concept and current technology development. The committee invites all of the earth scientists to present any technical and scientific papers in various topics in the field of geology and geophysics from various institutions inside and outside of Indonesia. The industries and research institutions can also use this forum to promote their activities and findings to a wider audience and related parties. The Opening Ceremony will be opened by Sultan HB X on Tuesday, November 10th 2009 in Sheraton Hotel Jogjakarta at 9.00 am. Mrs. Karen Agustiawan, President Director of PT. Pertamina (Persero) has conducted as keynote speaker.

Panel Discussion will be held after the opening ceremony. The panel will be discussed the issued related to the theme “Empowering Geophysics Education Toward Global Changes Era” . The discussion will be lead by Mr. Adriansyah, Ph.D and the panelist are:

  1. Dr. Kirbani Sri Brotopuspito (UGM)
  2. Prof. Manfred Hochstein (University of Auckland)
  3. Syamsu Alam Ph.D (PT. Pertamina EP)

Begitu introduction yang saya baca dalam poster. Selanjutnya saya baca lebih lengkap begini redaksinya:

Registration fees (in rupiahs) are similar for presenter or ordinary participants. These fees are including field trip (free of charge):

Participant

Member

Non-Member

Industry

1.100.000

1.200.000 *)

1.350.000

1.500.000 *)

Government/Univ.

400.000

500.000 *)

500.000

600.000 *)

Student (S1/S2)

200.000

250.000 *)

250.000

300.000 *)

*) After 10th October 2009

Waduh kok mahal banget ya buat jadi peserta PIT 34th HAGI? Akhirnya saya buka halaman berikutnya tentang Student Volunteer. Begini tulisannya:

Committe of The 34th HAGI Annual Meeting inform an OPEN RECRUITMENT for Geoscience Student to be student volunteers at this conference. Following are lists of procedures:

  • You should be S1 Geoscience students from Indonesian Universities/Institutes
  • Write your short CV and Reason for joining this Volunteer (preferred in English) on 1 page A4 papersize with 1.5 spacing.

We waiting your application until 26 October 2009, please send as soon as possible!

Yes!! Lumayan ada OPEN RECRUITMENT buat jadi volunteer. Saya baca keterangan ini tanggal 26 Oktober pagi hari. Karena pengen ikut akhirnya saya ambil aja CV yang sudah ada di laptop saya. Sudah saya print CV empat lembar. Eh saya baca lagi keterangan tentang Student Volunteer, gubrak…. Ternyata perintahnya CV dalam satu lembar (on 1 page A4 papersize with 1.5 spacing). Jadilah saya kompaksi CV itu, saya ambil riwayat satu tahun terakhir (tahun 2009 aja) plus beberapa yang dihilangkan. ASAP langsung dah saya kirim itu CV plus alasan fiktif ke Mbak Sintia (gak mau dipanggil Ibu Sintia katanya). Tinggal nunggu kelanjutannya, semoga bisa berpartisisapi di PIT 34th HAGI.

BTW, kenapa saya pengen ikut? Gak biasanya sih saya aware sama yang beginian. Ini dia alasan yang saya buat-buat:

I prefer to joining PIT HAGI volunteer for more experience, more brotherhood, more relations, and also more information about HAGI strategic policy in global changes.

Wah HOAX beneran kalau yang ini. Intinya saya pengen tambahan pengalaman, tambah teman, juga untuk melengkapi kata-kata volunteer di CV saya selain volunteer yang dari UNICEF itu, gara-gara mas Iwan di UNICEF Fundation nih saya kenal istilah volunteer.

Kok baru posting sekarang? I just publishing and share about this event to another friend that aware in geoscience development. (nggaya tenan nggo basa Inggris).

Pesta Blogger Jogja 2009

Seperti beberapa acara lain yang saya ikuti. Saya mencoba melihat sisi lain dari PB Jogja 2009. Saat semua mata tertuju pada aksi dan pertunjukan di pendopo JNM, saya menelusuri jejak kehidupan para penghuni JNM ini. Adalah Mas Maryoko dan Pak Sudoto (selalu bukan nama sebenarnya) satpam JNM yang saya temui di sela-sela kesibukannya ngatur kendaraan dan jaga keamanan TKP. Mas Maryoko ini tinggal tak jauh dari JNM di Kampung Kuncen Kecamatan Wirobrajan. Lhadalah, ternyata umurnya cuma selisih enam tahun sama saya. Yowis tak celuk mas wae lah. Pak Sudoto sendiri saya memperkirakan umurnya sudah kepala empat.

Apa to istimewanya satpam ini? Ya seperti satpam-satpam lainnya. Lha trus? Ya karena seperti satpam-satpam lainnya itu yang membuat saya penasaran. Kerja satu shift 12 jam dibagi tiga orang, setiap shift dua orang. Artinya dalam tiga hari satpam di JNM yang kata masnya luas hampir 1,6 hektar (sebenarnya saya ragu tapi yo wis lah percoyo wae timbang ngukur) jatah jaga dua hari kerja dan sehari libur. Kalau ada acara-acara semacam PB Jogja jadi lembur. Satpam-satpam ini yang setidaknya bisa mencegah tindak kejahatan di lingkungan JNM.

Mas Maryoko bisa jadi satpam selain memang memenuhi standar kualifikasi calon satpam juga ternyata sudah ada rekomendasi dari sesepuhnya. Disinilah kita perlu belajar tentang pentingnya relasi, persaudaraan, dan juga pertemanan. Saya tidak berbicara mengenai nepotisme yang sebenarnya memang selalu berjalan di mekanisme birokrasi kita. Saya berbicara tentang yang oleh banyak orang diistilahkan closed recruitment (bukan kloset). Jika sampeyan tau (saya juga katanya lho), katanya kebanyakan perusahaan besar melakukan pencidukan karyawan dan pekerja baru itu lebih banyak menggunakan model closed recruitment daripada open recruitment. Lha buktinya satpam juga begitu kok.

Pak Sudoto menjadi satpam sudah hampir empat tahun, menduduki JNM setahun. Dari pekerjaannya ini beliau dibantu istrinya bakul opor ternyata bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi dan saat ini semester tiga. Walaupun harus diistilahkan gali lubang tutup lubang, tentu lebih baik daripada gali lubang gak ditutup. Bahaya to, bisa njebloske orang lain yang lewat.Pak Sudoto punya impian yang sangat muluk dan harapan yang besar terhadap anak satu-satunya itu. Setidaknya bisa mengangkat derajatnya sendiri, sukur-sukur orang tuanya katut kangkat.

Dari dua orang satpam yang sempat saya ajak guyon itu, sedikit saya memberi konklusi mengenai pola bicara dan arah pembicaraannya ternyata beliau-beliau ini menunjukkan perilaku egosentris, ingin memperlihatkan keakuan, menunjukkan “ini lho saya” yang saya rasa itu positif untuk menjadi semangat menjalani hidup. Lha saya ya cuma bisa mengiyakan dan menunjukkan rasa bangga bisa berkenalan dengan mereka. Semoga dengan begitu sifat bombongnya muncul dan bisa menambah semangat menjalankan tugasnya sebagai satuan pengaman.

“Wah iki pesta ning nek nggo aku yo dudu pesta,” begitu Pak Sudoto nyletuk.

Saya jadi berpikir. Iya ya, kenapa namanya Pesta Blogger. Kenapa harus pesta? Kenapa gak tetep pakai istilah kopdar aja. Kopdar Blogger-Blogger Indonesia (KBBI, koyo kamus wae). Bagi orang awam semacam saya dan tentu saja pak satpam tadi, pesta identik dengan foya-foya dan hura-hura. Ini maksudnya apa? Apakah teman-teman blogger mau melakukan perubahan radikal terhadap makna pesta yang udah ada di KBBI? Atau emang udah klewat malu kalau mau diubah namanya? Analisa saya sendiri (sekedar nebak) ungkapan Pesta Blogger ini gara-gara gak sengaja keprucut dari mulut penggagasnya. Maunya bukan pesta. Kalau ternyata salah maaf ya (saya masih newbie).

*matursuwun pak satpam udah mau jadi bahan galian ilmu saya.

Rute Jogging Mblumbang Yogyakarta

Seminggu terakhir ini saya kembali teringat keharusan menjaga kondisi kesehatan saya. Saya masih ingat terakhir kali saya berolahraga sudah hampir tiga bulan yang lalu. Apa yang membuat saya ingat untuk kembali menjaga kesehatan? Teman seumuran saya ada yang kemaren cuci darah dan katanya sekarang udah dua minggu sekali karena gagal ginjal. Saya nggak mau itu terjadi pada diri saya. Mulai hari ini saya sudah membuat perencanaan dan jadwal khusus untuk berolahraga, dalam artian olahraga yang sebenarnya.

Pilihan olahraga. Di dekat kost memang sih ada Arena Futsal (Golden Goal) lewat jalan ke arah Masjid Pogung Raya (MPR). Tapi sepertinya itu gak efisien bagi saya, tentunya termasuk perhitungan karena mengeluarkan biaya yang gak sedikit. Mau tenis atau bulu tangkis juga gak ada tempat dan mahal juga. Mau olahraga catur kok sepertinya yang olahraga cuma otak, pikirannya nyekak raja. Pilihan paling bagus dan efisien plus murah sepertinya jogging aja.

Mengatur rute Jogging. Kalau dari Wisma Mblumbang mau ke GSP (Grha Sabha Pramana) tentu amat jauh dan hampir memakan waktu setengah jam. Selain itu juga tingkat polusi di sekitar GSP sudah lumayan tinggi. Menuju lembah UGM sepertinya sama aja, polusi sudah amat tinggi sekali, apalagi dengan lewat-nya bis-bis yang sebenernya udah tidak layak pakai itu. Pilihan alternatif saya adalah dari Wisma Mblumbang Menuju perempatan Kentungan dilanjutkan belok kiri ke arah Monjali. Setelah sampai di Perempatan Monjali belok kiri menuju PDAM trus belok kiri lagi ke arah Pogung Lor, sudah lah kembali menuju Wisma Blumbang.

Memilih waktu. Kalau pagi sepertinya gak mungkin. Selain dari segi sempat karena biasanya saya bangun diatas jam lima juga atas pertimbangan trafik di pagi hari yang di sekitar ringroad pasti padat. Selanjutnya pilihan sore sepertinya juga tidak tepat karena juga arus balik apalagi pilihan siang hari yang pastinya super panas di Jogja. Akhirnya pilihan saya pas setelah magrib. Trafik udah mulai sedikit sepi. Selain itu juga kebetulan ada barengannya Mas Apas dan Mas Septian. Kalau dihitung waktu, perjalanan muter itu menghabiskan sekitar 30 menit (lari plus jalan). Ya kalau dihitung nanti sampai kost jam setengah tujuh. Istirahat sebentar plus nanti mandi pas selesai jam tujuh tit…..

Hayo… Siapa yang mau ikut?