Kota Kedua, Yogyakarta

Yogyakarta merupakan tempat singgah saya yang kedua. Sedang tempat pertamaku adalah kelahiranku, Magelang. Meski bersebelahan dan bertetangga, Yogyakarta dan Magelang memiliki dinamika dan citarasa yang berbeda. Yogyakarta masih sedikit ada rasa tatanan kerajaan meski sekarang sudah mulai pudar.

Di Yogyakarta saya bisa dengan mudah menemukan ruang publik (public space) yang bebas dipakai siapa saja untuk berinteraksi tanpa harus bayar mahal. Di Magelang memang ada public space, tapi ya dengan fasilitas seadanya dan sangat sedikit bisa ditemukan. Mungkin ini yang setidaknya bisa kita buat kesimpulan kenapa Yogyakarta bisa lebih semarak dibandingkan Magelang. Satu masukan untuk para pengembang tata kota di Magelang untuk perlunya memperhatikan public space ini.

Seingatku, aku menginjakkan kaki pertama kali di Yogyakarta adalah saat bulik wisuda di IKIP Yogyakarta (sekarang UNY), umurku masih 4 tahun. Kedua adalah mengantar kakakku menuju kost pertama-nya di daerah Pogung Kidul, kakakku masuk UGM saat aku masih SMP. Sayang sekali aku tak dapat menghadiri upacara wisuda kakakku 5 tahun kemudian.

Sekarang aku merasakan langsung kehidupan Yogyakarta. Aku masuk UGM tahun 2007 lalu, dan hingga saat ini aku masih di Yogyakarta. Yogyakarta adalah permulaan aku tinggal jauh dari orang tua, harus mandiri dalam hal kebutuhan sehari-hari, meski tidak secara finansial. Secara finansial tanganku masih dibawah, dihidupi oleh orangtuaku.

Pertama kali tinggal di Yogyakarta ada semacam culture shock meski masih dapat kukendalikan. Dinamika keseharian di Yogyakarta sedikit lebih cepat dari Magelang. Meski dalam angan saya, Yogyakarta masih tidak secepat Semarang atau bahkan Jakarta. Kalau di Magelang orang mengatakan “rasah kesusu” (jangan buru-buru, ID) di Yogyakarta orang bilang “santai wae dab” (santai aja, ID). Meski kira-kira bermakna sama, tapi dalam hal rasa “santai wae dab” tetap terasa masih harus agak cepat.

Awalnya tidak begitu mengenal kehidupan masyarakat Yogyakarta, karena memang aku ke Yogyakarta untuk studi. Hampir tiga bulan aku tidak begitu memperhatikan tatanan kehidupan di Yogyakarta. Tapi seiring waktu sedikit-sedikit aku mulai mengikuti kehidupan kampung, dan kehidupan kost di Yogyakarta. Hingga saat ini pun aku belum begitu mengenal tatanan kemasyarakatan di Yogyakarta kecuali hanya tatanan interaksi di kost. Itu pun sebatas sesama mahasiswa yang kebanyakan malah dari luar Yogyakarta.

Sesekali memang bisa ngangkring di depan kost, berbicara dengan warga di sekitar kost meski tak bisa secara intens. Sesekali pula bersama dengan warga kampung dan teman-teman kost ikut bersih-bersih kampung menjelang Agustusan. Tiga tahun sudah berlalu, masih tetap dengan statement sama bahwa Yogyakarta masih banyak menyimpan misteri yang ingin ku ungkap.

Yogyakarta memang bukan tempatku menetap, tapi adalah tempat singgah yang nyaman dan suatu saat nanti ketika tidak di Yogyakarta aku ingin merasakan kembali kehidupan Yogyakarta. Suatu saat nanti aku pasti kan kembali ke tempat ini.

Yogyakarta, 18 Juni 2010

Terima Kasih

Ucapan terimakasih tentunya bisa kita ucapkan kepada siapa saja, untuk perlakuan apa saja. Terimakasih selayaknya tak hanya dianugerahkan kepada orang orang yang telah berbuat baik kepada kita. Orang yang berniat tidak baik kepada kita pun perlu dianugerahi ucapan terimakasih. Dengan menganugerahkan sebuah ucapan terimakasih yang tulus, orang akan berpandangan positif terhadap diri kita.

Terimakasih untuk kebaikanmu hari ini yang terasa begitu istimewa, menjemputku dan mengajakku hampir seperempat hari lebih berada di tempat itu. Terimakasih tiket nonton Karate Kid-nya, terimakasih popcornnya, terimakasih makanan khas Palembangnya, terimakasih minuman soda dan es krimnya, terimakasih perjalanannya, terimakasih segalanya, terimakasih atas hal-hal lain yang tak terungkapkan.

Selamat Ulang Tahun
@aurum_data

Di Solo, Setiap Batu Punya Cerita

Beberapa minggu lalu saya menerima sebuah imel forward dari kaumbiasa berisi undangan acara SOLO dari kawan bengawan. Tak terasa saya sebentar lagi akan menginjakkan kaki di Solo -kota yang sedang dalam masa rilis the cyber city dan the spirit of Java­– untuk menghadiri undangan dari konco Bengawan. Sebagai salah satu tetangga komunitas dan mengemban ikrar paseduluran tanpa batas yang diusung Pendekar Tidar, adalah wajib ain untuk menghadiri undangan. Ada hal lain selain paseduluran tanpa batas yang membawa saya semakin bersemangat menuju SOLO.

Dalam sebuah perjumpaan wirablogger di Wonosobo tahun lalu, sempat balatidar bertukar cincin cinderamata dengan wirablogger dari wilayah-wilayah lain yang hadir dalam acara bertajuk Wisata Blogger itu. Salah satu cinderamata yang menarik adalah kitab solo yang diulurkan melalui tangan pakdhe blontank. Beruntung balatidar mendapatkan dua buah buku yang ternyata setelah saya baca di markas online bengawan ternyata hanya dicetak 1000, artinya buku ini adalah limited edition tetapi bukan dibuat dengan limitation.

Saya waktu itu sempat sedikit menyimak beberapa seratan dari Arswendo, dan yang membuat saya terkesan adalah kalimat (atau mungkin frase) berikut ini:

Di Solo, setiap batu punya cerita.

Begitu kalau ingatan saya memang masih bagus dan belum corrupted. Saya secara keilmuan geologi, geofisika, dan geodesi memang menganggap ini sesuatu yang luarbiasa. Sebenarnya yang batunya punya cerita itu tak hanya Solo, bahkan batu pondasi rumah saya pun punya cerita.

Ketika saya kaji lebih mendalam dengan segenap keilmuan yang dipinjamkan kepada saya, saya secara mutlak tanpa tendensi apapun sangat setuju dengan pernyataan itu. Pasalnya Solo memiliki keindahan alam yang mengandung banyak keilmuan geosains, salah satunya adalah Bengawan Solo. Dari Bengawan Solo ini orang banyak menggali sejarah dengan membaca batuan-batuan disekelilingnya.

Ya, batuan adalah salah satu media penyimpan memori masalalu. Media storage yang satu ini bisa jadi mulai menyimpan memorinya sejak berjuta-juta tahun lalu, sangat-sangat jauh sebelum manusia mengenal pita magnetik dan flashdisk. Bayangkan saja umur batuan yang kalau saya mereferensi pada batuan yang terbentuk pada kala miosen tengah adalah batuan berumur 10,2 – 16,2 juta tahun, maka selama itulah salah satu batuan yang ada di Bengawan Solo menyimpan memori. Perlu diketahui pula, hingga saat ini pun batuan itu masih tetap merekam kejadian-kejadian yang dialaminya. Tentu ini lebih hebat dari camcorder kita, butuh berapa terrabyte untuk menyimpan rekaman kejadian selama itu?

Dari batuan pula orang menyimpulkan bahwa pada jaman dahulu aliran sungai Bengawan Solo bermuara di pantai Sadeng (Gunung Kidul) meskipun kenyataan sekarang muara Bengawan Solo ada di Tuban (Jawa Timur). Selama 262,5 – 408,5 juta tahun (zaman devon) rekaman kejadian saat itu masih tersimpan rapi dalam batuan, hingga saat ini. Sungguh hebat bukan batuan yang ada di Bengawan Solo?

Tumpeng Buku

Tumpeng atau gunungan oleh sebagian orang Jawa diisyaratkan sebagai wujud rasa syukur seseorang atau sekelompok orang atas karunia yang diberikan Tuhan kepadanya. Kalau umumnya tumpeng itu dari nasi kuning, pas mitoni pake tumpeng nasi putih, Bala Tidar punya tumpeng gethuk, grebeg sekaten punya tumpeng buah-buahan, di Candimulyo ada tumpeng padi, kali ini Realino punya tumpeng buku.

Hari Kamis lalu yang katanya hari buku nasional (atau internasional ya?) saya secara tidak sengaja dolan diajak Pak Gunawan (Rumah Pelangi) ke MCR (Multiculture Campus Realino) di Kampus I Sanata Dharma, katanya hari itu mau ada tumpengan buku buat peringatan hari buku sekaligus hari kebangkitan nasional.

Sedianya acara dimulai jam 13.00, namun sebelum acara dimulai Jogja diguyur hujan lebat yang mau tak mau acara pun ditunda hingga hujan reda. Akhirnya acara pun dimulai jam 14.00 diawali sedikit penyemangat dari sing mbahurekso realino dilanjutkan dengan sepatah-patah paragraf dari sing duwe gawe, dan berlanjut dengan arak-arakan tumpeng buku diiringi kesenian jathilan oleh anak-anak setingkat SD-SMP, sekaligus disertai membagi-bagikan buku di sepanjang jalan sekeliling kampus Sadhar I.

Gelo rasanya ketika sampai di Realino saya tidak bawa kamera saku, hape pun itu sudah lowbat wal hasil cuma dapat satu jepretan kuwur dari hape 6070.

Wis pokoke ge ndang dipindah, upload, posting, bar….

* Mohon maaf reportase telat, nunggu poto dipindah dari hape 6070 yang cuma punya koneksi infrared.

Perpanjangan Domain

Beberapa kali saya mendapat notifikasi dari registrar domain name.com perihal akan naiknya harga domain .COM dan .NET mulai tanggal 1 Juli 2010. Penyebab utamanya adalah Verisign selaku pengelola nama domain .COM dan .NET juga akan menaikkan harga domain mulai tanggal tersebut. Secara spesifik dijelaskan kenaikan untuk domain .COM pada kisaran angka 7%, sedangkan untuk domain .NET pada kisaran angka 10%. Artinya untuk domain .COM dalam hitungan saya akan mengalami kenaikan dari 8,99 USD menjadi sekitar 9,62 USD dan untuk domain .NET menjadi 9,89 USD.

Andai katakanlah 1USD jika di rupiahkan menjadi 9.300 IDR maka harga domain .COM akan menjadi 89.466 IDR dan domain .NET menjadi 91.977 IDR. Dalam kisaran tersebut wajar jika selanjutnya beberapa reseller domain di Indonesia menaikkan harganya. Dalam hitungan jaman dahulu pun sebenarnya untuk pembelian domain melalui reseller seharga 125.000 IDR itu resellernya sudah termasuk untung banyak, terlebih jika besok dengan alasan harga domain dari registrar naik selanjutnya para reseller menaikkan harga jadi 150.000 IDR.

Begitu pergitungan mengenai untung-rugi seandainya saya jadi reseller, namun begitu saya tidak mengambil peluang ini karena suatu alasan tertentu. Bayangkan saja jika saya pasang harga 95.000 IDR domain .COM dan .NET mulai bulan depan, sedangkan bulan depan reseller sudah pasang harga minimal 125.000 IDR. Sejauh ini pun saya sekedar membantu jadi perantara teman-teman untuk membeli domain di registrarnya langsung, tanpa niat mengambil keuntungan pun saya sudah untung. Sesuai prinsip pramuka, “rela menolong dan laba”.

Melihat trend akan naiknya harga domain, saya pun sudah ancang-ancang dengan memperpanjang domain saya OMAHMIRING.COM. Domain tersebut sudah saya perpanjang untuk dua tahun kedepan (2 year renewal). Tahukah berapa yang harus saya bayar? Dari hasil pencarian saya di google perihal “promo code” saya bisa mendapatkan potongan harga yang lumayan menggiurkan.

Pertama adalah potongan karena perpanjangan domain dengan promo code SAVENOW, potongannya sebesar 0,84 USD untuk satu tahun, artinya 2 year renewal saya menghemat 2,94 USD. Selanjutnya dengan promo code FREEWHOIS saya mendapatkan potongan 1,99 USD alias gratis, artinya untuk perpanjangan 2 tahun saya hemat 3,98 USD. Total penghematan belanja domain saya adalah 6,92 USD, dalam rupiah menjadi 64.356 IDR.

Bagaimana perhitungannya?

Perpanjangan domain .COM setelah 1 Juli 2010 adalah seharga 9,62 USD. Karena saya memperpanjang sebelum 1 Juli 2010 maka harga yang dikenakan masih 8,99 USD. Selanjutnya potongan dari promo code SAVENOW sebesar 0,84 USD.

octave>> next = 9.62 ; // harga setelah 1 Juli 2010
octave>> before = 8.99 ; // harga sebelum 1 Juli 2010
octave>> promosave = 0.84 ; // kode promosi penghematan
octave>> tahun = 2 ; // masa perpanjangan
octave>> bayar = ( before – promosave ) * tahun
octave>> 16.3
octave>> penghematan = ( next * 2) – bayar
octave>> 2.94

Perpanjangan Private WHOIS untuk 1 tahun adalah 1,99 USD. Promo code FREEWHOIS mendapatkan potongan sebesar 1,99 USD.

octave>> whois = 1.99 ; // private whois 1 tahun
octave>> promowhois = 1.99 ; // promo code FREEWHOIS
octave>> year = 2 ; // masa perpanjangan
octave>> pay = ( whois – promowhois ) * 2
octave>> 0
octave>> hemat = ( whois * 2 ) – pay
octave>> 3.98

Total penghematan untuk perpanjangan kedua jenis layanan adalah:

octave>> IDR = 9300 ; // kurs 1USD=9300IDR
octave>> total = penghematan + hemat
octave>> 6.92
octave>> totalidr = total * IDR
octave>> 64356

Perhitungan sederhana tersebut menjadi terlihat rumit karena menggunakan kalkulator OCTAVE. Padahal menggunakan kalkulator scientific bisa, lha pakai kalkulator bakultific yang cuma ada “pipolondo” aja bisa.

SARAN : perpanjang domain .COM atau .NET anda sebelum 1 Juli 2010.