Batako Omah Miring

Dari perhitungan awal saya, ini adalah proses ketiga pembangkitan omahmiring. Proses pertama adalah memperpanjang domain di registrar name.com, proses pembangkitan kedua adalah mempersiapkan tema omahmiring, dan sebagai langkah ketiga ini adalah online editing. Dalam hal online editing ini ada beberapa parameter sebelum nantinya dapat digunakan sebagaimana mestinya sebuah blog.

Online editing yang saya maksud adalah menyesuaikan tema dengan apa yang disediakan secara online oleh jaringan. Sebelum lebih jauh berbicara mengenai kelanjutannya, perlu diketahui bahwa dalam ritual pembangkitan omahmiring ini saya memunculkan suatu kosakata kecil untuk mewakili fungsionalitas omahmiring, yaitu AGLIGATOR. Bukan agregator, aligator, apalagi agregasi meskipun ada kesalingterkaitan antara ketiganya.

Agregator atau biasa disebut agregasi difungsikan sebagai “pengumpul” tulisan dari berbagai blog lain ke dalam suatu wadah, yang terupdate secara berkala sesuai tulisan baru di masing-masing daftar blog. Aligator, dalam bidang elektronika dikenal istilah aligator clip, adalah suatu penjepit (konektor) untuk menjembatani dua buah kabel yang terputus atau berlainan.

Selanjutnya penggabungan dua fungsi diatas menjadi AGLIGATOR, suatu fungsi pengumpul dari beberapa blog dengan tema berlainan agar dapat saling terhubung dan terintegrasi dalam sebuah wadah khusus agar lebih mudah diakses.

Omahmiring tetap berfungsi layaknya sebuah blog, saya tetap akan membuat tulisan-tulisan di blog omahmiring. Tentu saja apa yang telah saya tuliskan di omahmiring tidak saya tuliskan di blog saya yang lain karena semua blog saya selain omahmiring akan di fetch diambil sebagian perview excerpt untuk dipasang di halaman utama omahmiring.

Favicon apa yang cocok untuk AGLIGATOR? Dan apa yang akan menjadi ciri dari agligator itu sendiri? Tentunya perlu mempertimbangkan segala sesuatunya tanpa mengesampingkan nama omahmiring itu sendiri.

Yang ini sekedar tambahan buat hiburan…..

Berita Baik

Seharusnya tulisan ini saya posting beberapa hari yang lalu, sesaat setelah pingback twitter dari pakdhe blontank dan mbak heralaxmidevi itu muncul di sebuah tulisan di blog saya mengenai internet. Karena jadwal yang lumayan padat termasuk ngurus surat-menyurat keberangkatan saya ke Jepang, akhirnya saya baru bisa posting hari ini. Sekaligus kebetulan juga hari ini jadwal posting masal karena scheduled posting saya sudah habis.

Kabar mencurigakan itu datang sore hari dari Kang Ciwir melalui milis pendekartidar yang menanyakan alamat surat-menyurat saya dan Mbak Emi Cemani, positif thinking saja karena yang minta itu Mas Santri jadi jelas mesti tujuannya untuk kebaikan, anggap saja sebagai alamat penyalur aspirasi arus bawah kepada pemerintah. Tapi herannya kok ada istilah “jatah preman” dalam emailnya, jangan-jangan ini dana aspirasi nih. Kalau seorang santri harus bayar dewan kan jadi mahal karena satu orang dewan minta 50 juta, mungkin kang ciwir cari orang kalau harus bayar dana aspirasi yang murah saja lah.

Kecurigaan semakin mejadi ketika Bu Bidan malah bersuara mengenai BB. Saya jadi inget kalau belum pengumuman lomba XLSOLO, tapi yang ini saya masih positif thinking agar tidak kePDan. Percakapan dengan Mbak M melalui messenger pun kemudian malah membahas Mbak M ketangkep pak polisi pas menerobos lampu merah di Mertoyudan, dan harus sidang di pengadilan (contoh yang baik, jangan sidang di TKP).

Pagi hari tanggal 7 Juli 2010 setelah sholat saya buka laptop dan connect internet, buka blog ternyata ada pingback dari pakdhe blontankpoer dan mbak heralaxmidevi itu. Ternyata terkaan Bu Bidan bener, pengumuman lomba XLSOLO itu memasukkan tulisan saya ke dalam nominasi kategori internet. Sesaat itu juga saya SMS ke Mbak Emi dan mengucapkan selamat (padahal barang yo durung tekan).

Saya kenal twitter sekitar setahun yang lalu, itu pun gara-gara kepengen dari mas kojuice alumni SMA 3 Magelang empat angkatan diatas saya, ketemu pun lewat internet (internet memang powerfull) dan belum pernah tatap meja muka secara langsung. Ternyata twitter inilah yang membawa berita baik. Begitulah kalau kita memanfaatkan jejaring sosial untuk kebaikan, tentu akan mendatangkan kebaikan pula.

Terimakasih XL Axiata, terimakasih Bengawan, terimakasih kawan-kawan.

Aduk-Aduk Semen Omah Miring

Setelah sebelumnya saya berbicara mengenai perpanjangan domain omahmiring.com sebagai langkah pertama pembangkitan, kali ini sebagai langkah kedua adalah mempersiapkan tema.

Tema yang saya persiapkan untuk omahmiring sedikit berbeda dengan tema blog ini. Tapi pada dasarnya tetap membentuk citra atraktif dengan memunculkan kembali fungsi galeri (dari picasa) dan shoutbox (dari shoutmix) yang pada beberapa kesempatan sebelumnya tidak pernah saya munculkan.

Sebagai tambahan lain agar terlihat hidup, diatas header saya tambahkan marque text yang bisa diatur melalui dashboard theme-option. Tambahan unik lainnya sebagai hasil “melu-melu” dari blog blogger cap kipas angin adalah munculnya semacam quotation text di atas content tulisan maupun pada halaman utama, juga dapat diatur tulisannya melalui dashboard theme option.

Tagline (subtitle) dari blog omahmiring sementara masih seperti saat-saat terakhir tertidur-nya omahmiring, “pantaskah orang miring membicarakan hal-hal miring.”

Pahlawan 1

Beberapa tahun yang lalu waktu masih sekolah SMP, saya pernah ditegur oleh guru saya di kelas karena menjelang jam belajar hampir berakhir saya sudah ngributi menata buku-buku saya ke dalam tas, “Mas, pelajaran belum selesai kok sudah siap-siap pulang. Meh ngarit po?

Betapa saya telah dipermalukan dihadapan teman-teman sekelas saat itu. Ada sedikit rasa “mengutuk” ucapan sang pahlawan yang katanya tanpa tanda jasa. Setelah saya duduk di bangku SMA, saya menyadari bahwa tindakan saya waktu itu memang salah, saya tidak menghargai ibu guru yang mengajar waktu itu, pastinya sang guru pun merasa tidak dihargai.

Lain dahulu, lain pula sekarang. Hari ini gantian seorang kawan yang berbicara didepan ngemsi sebuah acara yang diselenggarakan gratisan dengan peserta (audence) adalah bapak/ibu guru. Ada sedikit rasa bangga juga bisa mempersembahkan acara seperti ini untuk para bapak/ibu saya. Tapi jadi sedikit kecewa ketika acara belum ditutup (menjelang akhir acara) sebagian besar peserta keluar dari ruangan. Ini kan sama halnya pulang sebelum bel pulang dikumandangkan yang selanjutnya dapat direpresentasikan suatu bentuk tidak menghargai.

Jadi, berilah alasan kenapa siswa tidak menghargai gurunya?

Sebagai anak yang baik tentunya tidak pantas menegur langsung orang tuanya. Sepengetahuan saya, dalam koridor “saling mengingatkan dalam kebaikan” sudah selayaknya dilakukan dengan cara yang elegan. Pastinya tidak elegan jika anak mengingatkan orang tua saat itu juga. Bukankah itu memalukan? Apakah ini sebuah contoh yang baik dari sosok yang “digugu lan ditiru saru”?

“Hargailah orang lain, maka Anda juga dihargai.”

Tarif Pidato?

Dalam sebuah acara yang berhubungan dengan instansi pemerintahan tentunya perlu adanya sekedar “pengesah” agar acara terlihat resmi dalam hal keterlibatan instansi pemerintahan. Suatu saat dalam interaksi dengan sebuah instansi kedinasan di tingkat kabupaten/kota nun jauh disana ada suatu hal yang menarik dan saya kira “funny“.

Pada awalnya instansi tersebut mengatakan kalau instansi mau dan bersedia mendukung acara tersebut dengan syarat acara yang dilangsungkan tidak memungut biaya dari peserta atau dalam bahasa periklanan “GRATIS”, dengan alasan agar tidak ada pemikiran mengenai instansi tersebut cari uang dan tidak punya uang. Akhirnya pun disetujui kalau acara yang akan dilangsungkan memang GRATIS. Panitia menyetujui karena memang ini bagian dari usaha sosial kemasyarakatan, ini adalah kegiatan yang selayaknya didukung dari banyak pihak, tapi kenyataan di sebuah kota kecil nun jauh disana acara yang akan dilangsungkan seolah tak mendapat dukungan dari siapapun. Pokoke mesakke tenan wis.

Selanjutnya menjelang acara dimulailah permintaan dari panitia agar kepala instansi tersebut berpidato membuka acara. Tapi permintaan itu malah ditanggapi miring oleh si dedengkot instansi yang dimaksud, “Bayare piro?” begitu tanggapan Mr. SDP (bukan nama sebenernya) dalam bahasa kasar-nya.

“Lha sampeyan meh ngarani angka berapa lik? Nanti biar dicarikan utangan sama konco-konco.

“Yo nek nggo mbuka acara yo atusan papat lah.”

Lhadalah, maunya terlihat agar tidak “cari uang” tapi dalamnya kok gitu ya. Untuk pejabat yang tidak tinggi hanya setingkat kedinasan kabupaten/kota saja Rp. 400.000,00, lha kalau presiden yang buka acara panitia harus bayar berapa ya?

Maunya terlihat gak cari uang kok dalamnya penuh dengan intrik keuangan. Piye jal?

Akhirnya panitia menuai kepasrahan. Ya sudah kalau ndak mau buka acara ya cukup diundang sebagai tamu acara saja. Masalah nanti ndak mau datang ya silakan, setidaknya panitia sudah beritikad baik dengan mengundang. Lha daripada membebani panitia. Iya to…