Baru saja saya berkunjung ke mabes HMGF. Eh kok sepi banget ya? Oh iya, lagi pada ujian. Seperti biasa selain jadi dhemit penunggu HMGF saya juga jadi bandwidth user. Jadi penguasa berjamaah hotspot Fisika 2 yang lemot itu.
Selesai menyalakan laptop saya menemukan sebungkus rokok bertuliskan Ada Obsesi Ada Jalan di meja depan saya. Saya buka masih ada enam lencer rokok di dalamnya. Ah untungnya saya bukan ahli hisap, jadinya rokok hanya saya diamkan saja. Setengah jam berlalu tidak ada sang pemilik yang opyak merasa kehilangan rokok.
Yang menarik bagi saya bukan siapa yang punya rokok ini, tapi apa yang tertulis di bungkus rokok itu, Ada Obsesi Ada Jalan. ini adalah sesuatu yang bagus jika diterapkan di tempat yang benar dan di waktu yang benar. Bukan berarti meletakkannya pada bungkus rokok itu sesuatu yang salah lho.
Kenapa saya berpikir obsesi yang dimaksud pada bungkus itu malah obsesi merokok ya? Jadi ketika sampeyan ahli hisap punya obsesi merokok, pasti ada jalan untuk mendapatkan rokok mbuh piye carane. Ngambil di HMGF tadi lho mas, ah itu bukan punya sampeyan bukan punya saya juga. Nglinthing dhewe, ya monggo siapkan klembak menyan, baret, tembakau. Beli, bagus lah kalau sampeyan udah makaryo dan bisa beli dengan uang hasil anda bekerja. Bagaimana dengan kasus anak SMP-SMA yang merokok? Barangkali orangtua tidak melakukan kontrol terhadap uang saku yang diberikan kepada anak-anak mereka.
Sebuah jalan yang baik adalah orangtua selalu meminta pertanggungjawaban dari dari anaknya ketika orangtua memberikan uangsaku. Selain sebagai kontrol, cara ini juga bisa jadi sebagai ajang pembelajaran menajemen keuangan bagi anaknya. Bisa jadi juga ini sebagai cara mendidik anak untuk bertanggungjawab terhadap apa yang dibebankan kepada dirinya.
Bukan bermaksud iyik kepada sang anak. Tetapi ketika ini dimulai sejak dini, akan menjadi sebuah kebiasaan bagi sang anak untuk melaporkan apa yang telah dibebankannya. Tak harus ada kuitansi, mosok beli es lilin aja pake kuitansi opo maneh faktur. Setidaknya dengan ada laporan pertanggungjawaban bisa untuk menjaga agar komunikasi antara orangtua-anak tetap terjalin.
Seharusnya orangtua juga terobsesi ketika membaca tulisan ini. Terobsesi untuk menjadikan anaknya sebagai pribadi yang bertanggungjawab. Bagaimana sampeyan?
Prihatin tenan saya ini ketika melihat beberapa anak sekolah pamer dan dengan bangganya menunjukkan kebolehannya sebagai ahli hisap, di sekitar Alun-Alun Magelang sana. Ah mengurangi penilaian saya terhadap kota tercinta yang sebenarnya sudah baik dimata saya. Iki anake sopo to? Wuassyu….