Mobizen, Android Screen Recording On The Fly

Tangkapan layar alias screen capture barangkali sudah lumrah bagi para pengguna ponsel pintar. Hampir semua ponsel pintar yang beredar saat ini sudah dilengkapi dengan fitur screen capture, baik yang dapat dilakukan dengan menekan kombinasi tombol ataupun dengan swipe layar seperti pada Samsung Galaxy Tab S 8.4“. Bagi maniak sharing experience game, atau sekedar pereview aplikasi, tentu screen capture menjadi fitur yang sangat diandalkan dalam membuat sebuah review.

Screen recording? Screen recording pada ponsel yaitu merekam apa yang ditampilkan dalam layar ponsel beserta perubahannya dan disimpan dalam bentuk video. Bagi developer, tentu sudah cukup terbiasa dengan istilah ini yang biasanya digunakan untuk membuat video preview atau test performa dari aplikasi. Screen recording identik dengan developer mode dan root. Ya, supaya dapat melakukan screen recording, biasanya developer melakukan rooting android device atau sekedar mengaktifkan USB debug. Tentu bukan langkah yang mudah dan aman bagi seorang pemula Android seperti saya. Apalagi rooting dapat mengakibatkan void waranty, menyebabkan garansi tidak berlaku.

Sudah beberapa kali saya mencari aplikasi untuk dapat melakukan screen recording. Pertama menemukan aplikasi untuk screen recording justru dengan menggunakan aplikasi bawaan Android SDK. Pun itu tak mudah, perekamannya dilakukan di komputer dan harus membuka bermacam pengaturan developer mode, USB debug, dan sebagainya dalam smartphone. Hasilnya? Ternyata perpindahan screen tidak smooth. Jangankan merekam screen, perpindahan antar menu saja delay/lag-nya sampai berdetik-detik. Terlebih device yang saya gunakan adalah Samsung Galaxy Tab S 8.4” yang dibekali layar beresolusi 2560x1600px. Tentu saja ini membutuhkan “bandwidth” besar melalui USB sekaligus aliran memori cepat di aplikasi Java yang terpasang di komputer.

Menggunakan aplikasi TeamViewer pun tak cukup membantu, sama-sama lag dalam perpindahan menu dan refresh rate layar meski sudah didukung jaringan berkecepatan 30Mbps untuk ponsel maupun komputernya. Awalnya saya pikir ini disebabkan oleh resolusi layar yang terlalu besar, tetapi ternyata hal yang sama juga berlaku di ponsel Sony Xperia C yang hanya beresolusi 1280x720px.

Adalah Mobizen, aplikasi yang dapat digunakan untuk merekam aktifitas layar dalam video. Cukup install aplikasi Mobizen di ponsel android, install plug-in sesuai dengan merek ponsel yang digunakan. Itu sudah cukup untuk melakukan aktifitas rekam-merekam tangkapan layar dalam bentuk video. Terlebih lagi, aplikasi ini tidak memerlukan media eksternal (misal komputer) untuk melakukan perekaman. Semua aktifitas dilakukan oleh ponsel itu sendiri, on the fly. Mulai dari menangkap tampilan layar realtime, memproses kumpulan gambar menjadi video, dan mengkonversinya menjadi video yang playable dan uploadable.

MobiZen Screen Recording
MobiZen Screen Recording

Selain dapat melakukan recording on the fly, Mobizen juga dapat menampilkan apa yang ditampilkan di layar ponsel ke komputer. Install aplikasi Mobizen untuk komputer, sambungkan ponsel dengan komputer. Selanjutnya aktifkan developer mode pada ponsel dan enable USB debug. Buka aplikasi Mobizen di ponsel dan di Komputer. Selanjutnya setelah login (pastikan sudah create account terlebih dahulu), seketika itu juga layar ponsel akan di-mirror ke komputer.

Perlakuan dan interaksi antara ponsel dengan komputer sama seperti aplikasi ponsel bersistem operasi Windows Phone yang didalamnya sudah menyematkan fitur Project My Screen dalam default penjualannya.

Berikut hasil screen recording tanpa akses root menggunakan Mobizen pada Samsung Galaxy Tab S 8.4″ dengan versi Android 4.4.2:

Lumia, Re-Review Kelas Menengah ke Flagship

Semuanya memiliki kesempatan berikutnya, kira-kira begitulah apa yang akan saya ulas kali ini. Paul Thurrot pernah mengatakan bahwa Windows Phone dengan Nokia (sekarang Microsoft Devices), PureView, dan optik Zeiss adalah kombinasi sempurna sebuah camera smartphone. Thurrot mengatakan bahwa Lumia 930 adalah smartphone paling perfect yang pernah dia miliki sepanjang masa.

Beberapa saat yang lalu saya baru saja kehilangan Lumia phone saya, Lumia 625H. Lumia 625H ini sudah saya pakai untuk jangka waktu sekitar satu tahun. Dari mulai masih menggunakan Lumia Amber, kemudian Lumia Black, Lumia Cyan, sampai terakhir Lumia Denim. Lumia 625H bukanlah smartphone “jagoan” yang dihasilkan Nokia, tetapi Lumia 625 adalah Lumia pertama dengan layar paling besar di segmen menengah. Layar Lumia 625H berukuran 4,7” merupakan layar terbesar dari Nokia Lumia yang dirilis pada saat itu. Soal Hardware, tentu tidak bisa dibandingkan dengan flagship produsen lain, tetapi pada intinya, Microsoft secara konsisten melakukan update terhadap semua device yang disangga dengan sistem operasinya, tak terkecuali.

Lumia 625H
Lumia 625H

Setelah kehilangan ponsel Lumia 625H (ponsel kedua yang saya beli), saya memutuskan untuk membeli ponsel untuk ketiga kalinya. Ponsel pertama yang saya beli adalah Nokia C6-00 bersistem operasi Symbian dengan keyboard slider. Dalam banyak pertimbangan, saya sedikit bimbang apakah akan beralih ke ponsel Android, iOS, atau tetap dengan Windows Phone. Pertimbangan utama saya adalah ponsel dengan kamera excelent dengan pengaturan yang bisa sesimple mungkin tetapi juga bisa like a pro. Beberapa kandidat adalah Samsung Galaxy Note 4, Sony Xperia Z3, iPhone 5s, Lumia 930, atau Lumia 1020. Pilihan saya jatuh pada Lumia 930 dengan Windows Phone, ponsel flagship Nokia terakhir sebelum berubah menjadi Microsoft Devices.

Lumia 930 adalah ponsel dengan kemampuan jaringan 4G LTE. Sebelumnya, saya sudah memiliki Samsung Galaxy Tab S 8,4” dengan kemampuan 4G LTE. Pada saat itu hanya operator Telkomsel yang menyediakan upgrade SIM Card menjadi USIM yang support 4G LTE. Saya upgrade SIM Card ke USIM, tetapi nomor Telkomsel saya adalah nomor ponsel untuk berkomunikasi telepon secara intensif. Tentu akan sangat aneh dilihat ketika saya menelpon menempelkan sebuah tablet 8,4” di kepala, meski saya sebenarnya sudah menggunakan bluetooth headset untuk antisipasi. SIM Card 4G LTE itulah satu sebab yang membuat saya memilih Lumia 930.

Lumia 930 adalah ponsel dengan display 1920×1080 Full HD AMOLED. Jelas ini adalah teknologi layar terbaik untuk saat ini. Sebelumnya saya sudah cukup merasa kesulitan dengan Lumia 625H yang hanya dilengkapi IPS LCD ketika beraktifitas di bawah teriknya Jakarta siang hari. Soal kontras warna, tentu saja AMOLED display jauh lebih baik dibandingkan IPS LCD, begitu yang saya rasakan ketika membandingkan display Samsung Galaxy Tab S 8,4” yang ber-AMOLED dengan Lumia 625H yang hanya ber-IPS LCD. Display AMOLED itulah penyebab kedua saya memilih Lumia 930.

Lumia 930 adalah ponsel dengan Windows Phone 8.1, Lumia Denim. Saya adalah fan Microsoft sejak masih kuliah. Begitu juga ketika menggunakan Lumia 625H, saya sangat excited dengan informasi-informasi seputar Windows Phone. Saya pernah melalui masa-masa Lumia Amber sampai dengan Lumia Denim. Saya bisa menyimpulkan bahwa semua device yang disangga sistem operasi Windows Phone akan selalu mendapatkan update, apapun spesifikasi hardware-nya. Update software di semua lini Windows Phone adalah sebab ketiga saya memilih Lumia 930.

Lumia 930 adalah ponsel dengan Kamera 20MP, PureView, Zeiss Optic dan software Lumia Camera. Tak perlu tanya lagi bagaiman kemampuan Nokia dalam menciptakan camera phone, tengoklah bagaimana kemampuan Lumia 1020. Saya sebelumnya adalah pengguna Lumia 625H yang hanya dilengkapi kamera 5MP autofocus tanpa ada enhancement PureView maupun Zeiss Optic. Hanya ada Lumia Camera. Mencoba kemampuan dari Lumia Camera sudah cukup membuat saya bisa menyimpulkan software Lumia Camera adalah software terbaik dari ponsel kamera dengan kemampuan setting manualnya yang simple dan sangat pro-friendly. Pengaturan fokus manual, ISO manual, shutter speed manual, exposure manual, dan white balance manual adalah apa yang sudah lumrah muncul di kamera professional dan didatangkan ke Lumia Camera dengan pengaturan semirip mungkin. Kemampuan dan fungsionalitas kamera adalah sebab keempat saya memilih Lumia 930.

Desain yang kokoh dan unik, warna putih yang berkelas, dan berbagai aplikasi terbaik hanyalah sebuah bonus. Kehadiran Windows 10 bisa jadi masih perlu dinanti. Belum lagi kemunculan flagship Microsoft Devices yang rumornya adalah 940 dan 940XL pun saat ini masih samar-samar, dan kemungkinan tidak dalam waktu dekat ini. Tentu Lumia 930 menjadi pilihan terbaik dari ponsel Windows Phone yang ada saat ini.

Tidak ada Windows Phone dan Android lain yang pernah saya miliki bisa “berdiri” stabil tanpa disangga.
Tidak ada Windows Phone dan Android lain yang pernah saya miliki bisa “berdiri” stabil tanpa disangga.

Windows 10 Insider Preview x64, Lancar di RAM 1GB

Windows 10 digadang-gadang menjadi windows baru menggantikan sistem operasi Windows sebelumnya. Windows baru yang dimaksud bukan sekedar pengganti sebagai seri lanjutan setelah Windows 8.1 tetapi juga skema pembayaran baru. Dalam Windows 10 nanti, pembayarannya bukan lagi sekali beli untuk seumur hidup (seperti pada Windows versi sebelumnya) tetapi dengan skema pembayaran berlangganan, ya subscriptions. Itulah kenapa Microsoft berbicara mengenai Free One Year Upgrade bukan Free Upgrade seperti pada saat Windows 8 menjadi Windows 8.1.

Update (6 Juni 2015, 11:37 PM):
Gabriel Aul melalui twitter pribadinya mengkonfirmasi bahwa tidak ada annual fee subscription dalam Windows 10.

Seperti apa Windows 10? Saya berkesempatan mencoba sendiri Windows 10 Enterprise Technical Preview. Rilis yang saya coba adalah rilis build 9926. Tentu rilis ini sudah obsolete atau ketinggalan karena saat tulisan ini diunggah sudah ada rilis build 10074. Saya pikir tidak ada masalah mencoba rilis build berapapun. Toh namanya juga mencoba.

Sistem yang saya gunakan menggunakan virtual machine (Microsoft Hyper-V) dengan pengaturan CPU 1 Core 1 Thread dari Intel Core i5 2500K 3.3GHz, RAM 1024MB, dan harddisk virtual 32GB. Meski dari spesifikasi sepertinya tidak mencukupi untuk menjalankan Windows 10 64-bit, tapi ternyata cukup lancar untuk mengoperasikan aplikasi yang sudah ada atau bawaan yang ada di dalamnya.

Windows 10 Task Manager
Windows 10 Task Manager

Dari RAM 1GB, hampir 800MB sudah terpakai untuk sistem, artinya tidak banyak yang bisa dilakukan dengan RAM yang tersisa. Pun dengan CPU yang hanya satu core tidak bermasalah dalam eksekusi buka-tutup aplikasi. Meski demikian, apabila nantinya benar-benar digunakan untuk operasi harian pastinya akan dibutuhkan RAM yang lebih besar dan CPU core/thread lebih banyak. Begitu juga dengan Harddisk virtual yang saya ambil 32GB, masih tersisa cukup banyak apabila akan diinstall aplikasi dasar untuk office.

This slideshow requires JavaScript.

Windows Phone vs Android, Brothers in Arms 3: Sons of War

Bagi para FPS gamer, tentu cukup mengenal game sekuel game Brothers in Arms. Game yang bertajuk shooter ini sudah cukup lama hadir di platform PC Desktop. Belum lama ini, Brothers in Arms melalui sekuel Brothers in Arms 3: Sons of War hadir di mobile platform Android dan Windows Phone. Jika menilik dari versi PC Desktop, game ini bisa dipastikan memerlukan spesifikasi hardware yang mumpuni.

Android BIA3SOW
Android BIA3SOW

Game Brothers in Arms 3: Sons of War for Android sedikitnya memerlukan memori penyimpanan 754MB pada versi 1.2.0p. Dengan kebutuhan memori penyimpan sebegitu besar, tentu dapat dimengerti kalau game ini menyasar untuk device android kelas atas. Setidaknya untuk menjalankan game ini dengan cukup mulus, minimal dengan RAM sedikitnya 1.5GB, prosesor 4 core, dan kartu grafis yang mumpuni. Beruntung saat ini ponsel Android dengan spesifikasi mumpuni di kelas menengah bisa dibilang tidak terlalu mahal jika mengkomparasikan dengan spesifikasi yang diperoleh.

Windows Phone BIA3SOW
Windows Phone BIA3SOW

Dalam versi Windows Phone, Brothers in Arms 3: Sons of War juga memakan memori cukup besar, yaitu 616MB. Tentu dengan kebutuhan memori sebesar itu membutuhkan resource mumpuni. Barangkali RAM 512MB di ponsel Windows Phone akan teriak keberatan untuk menjalankan game ini. Belum lagi ponsel-ponsel Windows Phone yang yang beredar bisa dibilang ketinggalan jaman untuk teknologi prosesornya. Disaat produsen lain sudah pasang prosesor 4 inti, produsen ponsel untuk Windows Phone masih setia dengan prosesor 2 inti. Begitu juga disaat produsen lain sudah menginjak prosesor 8 inti, mereka baru memasuki era 4 inti.

Dalam ujicoba kali ini, perangkat Android yang digunakan adalah Samsung Galaxy Tab S 8.4 LTE (SM-T705) dengan versi Android 4.4.2 dan game Brothers in Arms 3: Sons of War versi 1.2.0p. Sedangkan perangkat Windows Phone 8.1 Denim sebagai lawan tandingnya adalah Nokia Lumia 930 (RM-1045) dengan game Brothers in Arms 3: Sons of War versi 1.0.3.3.

Dari sisi spesifikasi, Samsung Galaxy Tab S 8.4 LTE masih unggul dengan prosesor 8 inti (big.LITLE) dan RAM 3GB jika dibandingkan dengan Nokia Lumia 930 yang hanya dibekali prosesor 4 inti dan RAM 2GB. Untuk sektor display, sepertinya resolusi layar Samsung Galaxy Tab S yang lebih besar 2560×1600 pixel justru akan lebih membebani jika dibandingkan Nokia Lumia 930 yang hanya dibekali layar resolusi 1920×1080 pixel. Dari prosesor pun meski Samsung Tab S dibekali 8 inti tetapi dengan skema big.LITLE (hanya 4 inti yang aktif bersamaan) dan clock 1.9GHz sepertinya akan sedikit limbung menghadapi Lumia 930 dengan 4 core dan clock 2.2GHz. Tetapi Galaxy Tab S cukup terbantu dengan teknologi prosesor yang lebih baru dan lebih efisien dibandingkan Lumia 930.

Sebelum membahas hasilnya, berikut untuk ditonton video duel Android 4.4.2 melawan Windows Phone 8.1 Denim:

Dalam video, bisa dilihat bagaimana Android “tertinggal” beberapa detik dibandingkan Windows Phone saat loading awal. Begitu juga saat berpindah navigasi, Android terlihat delay jika dibandingkan Windows Phone. Meski Lumia 930 spesifikasinya cukup inferior dibandingkan Galaxy Tab S, untuk urusan bermain game Brothers in Arms 3: Sons of War ternyata Lumia 930 masih lebih mumpuni dibandingkan Galaxy Tab S.

Labu Hijau, OS Rakus Memori

Samsung Galaxy Ace
Samsung Galaxy Ace

Saya masih ingat ketika pertama kali memegang ponsel Samsung Galaxy Ace (versi pertama) dengan RAM 278MB dan memori internal tak lebih dari 200MB merupakan sesuatu yang istimewa pada waktu itu karena spesifikasinya masih cukup superior untuk ponsel kelas menengah. Belum lama membeli Ace yang saat itu masih dengan OS Android Gingerbread 2.3, sudah muncul update OS versi 2.3.3 yang ternyata cukup menghabiskan memori internal. Sampai terakhirnya update ke versi Android 2.3.4 semakin sedikit tersisa memori untuk install aplikasi. Kejadian dari awal pembelian sampai kehabisan memori internal itu pun berlangsung cukup cepat, tak lebih dari setahun.

Selanjutnya ganti ke Ponsel Sony Xperia C, yang saat itu sudah dibekali dengan Android versi 4.2.2, RAM 1 GB dan 4GB memori internal tetapi hanya dapat digunakan sekitar 1 GB untuk aplikasi. Baru beberapa saat menggunakan, muncul update baru yang juga dibarengi dengan update aplikasi-aplikasi bawaannya. Selanjutnya ditambah dengan aplikasi yang didownload dari Store yang juga semakin membesar ukurannya, kini memori yang tersisa tak lebih dari 50MB yang sudah tidak bisa diinstall aplikasi tambahan lagi dan ditambah keharusan rajin-rajin membersihkan memori internal. Semua terjadi begitu cepat dalam waktu kurang dari satu tahun, sama seperti ponsel sebelumnya.

Selanjutnya berganti ke Android tablet flagship-nya Samsung, Samsung Galaxy Tab S 8.4” yang dari sisi spesifikasi jelas sangat mumpuni sampai saat ini. Dibekali memori internal 16GB, available untuk aplikasi sekitar 10GB. Dari sisi sistem android, ketika nanti ada update kemungkinan masih mencukupi untuk diupdate ke versi selanjutnya (sudah dirilis untuk android 5.0.1, tetapi belum ada untuk Indonesia). Meski cukup untuk update sistem, tetapi perkembangan ukuran aplikasi tambahan di Store cukup tidak mengenakkan. Dalam waktu kurang dari 5 bulan dengan pemakaian normal dan file multimedia saya simpan di memori eksternal, disk space internal yang tersisa tak lebih dari 1,2 GB dari yang tadinya masih tersisa sekitar 5 GB dengan kondisi aplikasi yang terinstall masih sama. Dengan asumsi penggunaan memori untuk menyimpan data aplikasi mencapai 75% dari konsumsi memori, berarti dalam waktu tak lebih dari 6 bulan perkembangan kebutuhan memorinya meningkat 0,95 GB. Dalam waktu satu tahun, tablet saya hanya akan menyisakan 250MB memori internal.

Dari tiga kasus tersebut, apabila pembelian ponsel android orang Indonesia rata-rata dua tahun satu kali, maka setelah satu tahun kemungkinan pemilik ponsel sudah tidak bisa mengikuti update fitur-fitur android yang baru yang diberikan oleh vendor dan penyedia aplikasi untuk ponselnya. Ponsel android akan menjadi barang yang ketinggalan teknologi dalam waktu paling lama satu tahun. Android update yang cepat dengan kebutuhan memori yang semakin besar membuat ponsel Android saya menjadi outdated dalam waktu kurang dari satu tahun.

Bandingkan saja perubahannya dengan iOS yang meski hanya dibekali memori internal tanpa memori tambahan masih mendapatkan update sampai ke versi terbaru, bahkan untuk device yang dirilis tiga tahun yang lalu. Atau bandingkan dengan Windows yang dari masa-masa kejayaan Nokia Lumia 510 untuk segmen low end sampai sekarang masih mendapatkan update, dari sejak Windows 8 Amber sampai 8.1 Denim (Amber, Black, Cyan, Denim) dan sebentar lagi akan mendapatkan Windows 10.