Mengurangi Ketergantungan Terhadap Minyak

Siapa yang tak mengenal minyak bumi? Sumber energi ini masih menjadi primadona bagi sebagian besar bangsa di dunia, tak terkecuali Indonesia. Minyak bumi sebegitu istimewanya tentu saja penuh dengan alasan. Sifatnya yang mudah dalam penyimpanan dan tak memerlukan perlakuan yang terlalu istimewa dalam pendistribusian menjadi faktor utama penyebab minyak bumi masih menjadi primadona. Berbicara mengenai minyak tentu saja takkan jauh-jauh dari bahan bakar yang hampir setiap hari kita gunakan untuk kendaraan bermotor yang kita gunakan. Ya, seperti itulah salah satu contoh nyata penggunaan minyak bumi yang terkesan mudah dan murah untuk didistribusikan.

Minyak bumi merupakan sebagian dari apa yang disebut bahan bakar hidrokarbon. Selain minyak bumi, Indonesia juga memiliki cadangan gas bumi dan batubara. Ketiganya merupakan hidrokarbon, hanya saja fasenya lain. Minyak bumi (selanjutnya orang menyebutnya dengan minyak, oil) merupakan fase cair dari hidrokarbon, gas bumi merupakan fase gas, dan batubara merupakan fase padat dari hidrokarbon. Bagi masyarakat Indonesia, sampai saat ini minyak masih menjadi primadona. Di sisi lain, dalam beberapa dekade terakhir discovery hidrokarbon di Indonesia kebanyakan yang ditemukan adalah gas bumi.

Pemerintah Indonesia mulai beberapa tahun silam sudah mencoba mengajak mengurangi ketergantungan negara ini terhadap minyak melalui berbagai upaya. Konversi bahan bakar minyak untuk keperluan rumah tangga ke bahan bakar gas sudah dilakukan beberapa tahun lalu. Pelarangan bagi perusahaan listrik milik negara membuat pembangkit listrik berbahan bakar minyak bumi. Percepatan pengembangan pemanfaatan sumber energi geotermal untuk memenuhi kebutuhan energi listrik. Berbagai kebijakan dilakukan untuk mengurangi, atau setidaknya membendung laju ketergantungan negara terhadap minyak bumi.

Tahap konversi dari bahan bakar minyak ke bahan bakar gas untuk penggunaan segmen rumah tangga pada awalnya cukup banyak kontroversi yang timbul di masyarakat. Tantangan yang dihadapi pemerintah pada saat itu adalah harus mengedukasi masyarakat. Proses mengedukasi ini bukan hal yang mudah dan membutuhkan waktu yang tak sebentar. Pada kenyataannya, saat ini masyarakat mengakui bahwa kebijakan pemerintah mengenai konversi minyak ke gas ini sebagai kebijakan yang cukup berhasil.

Perusahaan listrik milik negara sejak beberapa tahun silam sudah tidak lagi membangun pembangkit listrik dengan sumber energi utama minyak bumi. Baru-baru ini perusahaan yang bergerak di bidang kelistrikan di Indonesia mulai melirik sumber-sumber energi lain seperti gas bumi yang memang cadangannya masih cukup banyak di Indonesia, geotermal dimana Indonesia merupakan negara dengan potensi terbesar di dunia, sumber energi arus laut karena sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki banyak selat dengan potensi energi cukup besar, dan beberapa sumber energi lain yang masih berpotensi untuk dimanfaatkan lebih jauh.

Pemerintah dengan pembentukan Subdirektorat Panas Bumi Dirjen EBTKE di Kementerian ESDM telah menunjukkan keinginannya untuk menjadikan geotermal sebagai sumber energi yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. Regulasi telah dibuat demi menarik investor untuk berinvestasi di bidang geotermal. Sayang sekali, harga jual listrik yang sangat murah di Indonesia membuat investor harus berpikir ulang untuk berinvestasi. Terlebih lagi, dengan regulasi yang ada saat ini seolah-olah investor harus siap merugi terlebih dahulu beberapa tahun bahkan sebelum mulai tahapan produksi.

Meski hasilnya belum terlalu nyata terlihat, setidaknya kebijakan pemerintah ini jelas demi mengurangi ketergantungan negara terhadap minyak. Melepaskan ketergantungan terhadap minyak bumi ini cukup penting di saat harga minyak semakin naik dan produksi dalam negeri tak lagi mencukupi untuk menopang kebutuhan energi yang semakin meningkat. Pemerintah tentu saja sangat menyadari bahwa ketahanan energi menjadi sangat vital dalam penyelenggaraan dan keberlangsungan negara. Ketahanan energi merupakan parameter kemajuan bangsa dan parameter kemandirian bangsa. Indonesia dengan sumber daya alam yang ada memang selayaknya menjadi bangsa yang mandiri di bidang energi.

Sekarlangit

Sekar Langit yang secara harifah diartikan bunga kahayangan merupakan nama sebuah air terjun di Desa Telogorejo, Grabag, Magelang. Sekar Langit dipercaya warga sebagai tempat kisah kejadian legenda terkenal Joko Tarub, seorang pemuda yang iseng menyembunyikan selendang bidadari di air terjun. Bagi warga Grabag, nama Sekar Langit bukan nama yang asing lagi. Sebuah tempat wisata alam air terjun yang indah tetapi penuh dengan cerita dan mitos. Konon air terjun Sekar Langit selalu meminta “jatah” korban setiap dua tahun sekali. Entah bagaimana kebenaran dan prosesnya, pada kenyataan dari dulu memang setiap dua tahun banjir di Sekar Langit menelan korban jiwa.

Ketika dibenturkan dengan ranah sains memang dapat dipahami kedatangan banjir di Sekar Langit sulit diprediksi karena sumber mata air yang posisinya di balik dua gunung. Artinya pengunjung tidak pernah tahu bagaimana cuaca di sekitar sumber air Sekar Langit. Saat hujan deras di sekitar sumber mata air belum tentu di Sekar Langit juga hujan, bahkan bisa jadi cuaca sangat cerah. Wisatawan yang tidak berhati-hati bisa saja tak menyadari banjir datang dan terhanyut bersama banjir yang datang tiba-tiba tanpa diketahui. Namun untuk hitungan dua tahun sekali tentu masih belum bisa dilogiskan dalam ranah sains. Intinya adalah kewaspadaan saat berada di air terjun Sekar Langit. Dari kondisi seperti inilah kemudian muncul pilihan yang baik untuk berkunjung ke Sekar Langit adalah saat musim kemarau.

Di luar segala cerita mistis yang hadir, Sekar Langit merupakan air terjun yang sangat indah. Meski tidak seterkenal Sri Gethuk atau Tawang Mangu, namun air terjun ini dapat dijadikan pilihan jika berlibur ke Magelang. Setidaknya terdapat beberapa lokasi wisata yang berdekatan dengan Sekar Langit misal Telaga Bleder, Candi Umbul, Makam Sunan Geseng, Gunung Mang Li, dan beberapa lokasi wisata sekitar Grabag. Dari segi lokasi, Sekar Langit tak jauh dari jalur alternatif Magelang-Semarang via Grabag.

Curug Sekar Langit memiliki ketinggian luncuran air sekitar 30 meter yang selanjutnya air di telaga Sekar Langit bermuara di pantai selatan melalui Kali Elo dan Kali Progo. Air yang cukup jernih dan selalu mengalir meski musim kemarau merupakan salah satu kelebihan dari Sekar Langit. Untuk menuju lokasi air terjun, wisatawan harus berjalan kaki sekitar satu kilometer dari lokasi parkir. Tiket masuk menuju air terjun cukup dengan Rp 2.500,00 per orang. Perjalanan dapat ditempuh dengan mobil atau sepeda motor. Tempat wisata Sekar Langit belum terlalu banyak berkembang demi mempertahankan keasliannya. Hanya beberapa bagian jalan setapak menuju Sekar Langit telah diperbaiki untuk mempermudah pejalan kaki. Fasilitas yang masih perlu disediakan di sekitar air terjun diantaranya toilet, gazebo, taman, dan beberapa fasilitas standar lain untuk daerah wisata alam.

Dari sisi geologi, batuan di Sekar Langit didominasi oleh batuan beku intermediate. Sebagian besar telah banyak terlapukkan, bahkan sebagian telah longsor tererosi dan terbawa aliran sungai. Bencana longsor merupakan ancaman utama di sekitar air terjun karena kondisi batuan yang sudah lapuk. Masih banyak ditemukan batuan-batuan besar di sepanjang aliran sungai.