Beberapa waktu lalu (meski sudah cukup lama) beredar berita mengenai rencana pemerintah “mengkomersialkan” frekuensi 2,4GHz. Frekuensi 2,4GHz adalah frekuensi yang kita pakai untuk microwave, bluetooth, WiFi, dan beberapa perangkat lainnya. Sungguh ini menyalahi aturan penggunaan frekuensi internasional, karena menurut perjanjian Internasional (tentunya Indonesia ikut didalamnya) frekuensi 2,4GHz adalah frekuensi bebas alias gratis yang sebenernya didedikasikan untuk jaringan skala kecil dan untuk riset.
Lagi-lagi kementerian yang ngurus penggunaan frekuensi nganeh-anehi. Mosok besok kita harus mbayar buat penggunaan bluetooth kita, mosok kita harus mbayar penggunaan WiFi kita. Kalau katanya yang dikuasai oleh negara kan bumi air seperti dalam puisi: bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Sayang sekali kata-katanya kini dalam penerapan hanya terpotong sampai pada frase dikuasai negara. Perlu diketahui juga bahwa yang dikuasai negara hanya bumi dan air menurut undang-undang. Jadi siapa yang menguasai udara kalau begitu?
Hajat hidup orang banyak kini mulai tergantung dengan udara, karena melalui udara kita bisa menggunakan telepon seluler untuk SMS, melakukan panggilan telepon, dan internet pun kini sudah melalui udara. Siapa yang menguasai? Masihkah negara menguasai? Masihkah digunakan untuk kemakmuran rakyat?
Penggunaan frekuensi 2,4GHz di udara Indonesia yang seharusnya adalah bebas kini sudah mulai ada indikasi untuk dikomersialkan oleh pihak yang mengatur penggunaan frekuensi. Hati-hati, bisa jadi besok anda gojeg kere di angkringan pun harus mbayar karena menggunakan udara sebagai medium perantaranya.
Jan bobrok….