Pahlawan 1

Beberapa tahun yang lalu waktu masih sekolah SMP, saya pernah ditegur oleh guru saya di kelas karena menjelang jam belajar hampir berakhir saya sudah ngributi menata buku-buku saya ke dalam tas, “Mas, pelajaran belum selesai kok sudah siap-siap pulang. Meh ngarit po?

Betapa saya telah dipermalukan dihadapan teman-teman sekelas saat itu. Ada sedikit rasa “mengutuk” ucapan sang pahlawan yang katanya tanpa tanda jasa. Setelah saya duduk di bangku SMA, saya menyadari bahwa tindakan saya waktu itu memang salah, saya tidak menghargai ibu guru yang mengajar waktu itu, pastinya sang guru pun merasa tidak dihargai.

Lain dahulu, lain pula sekarang. Hari ini gantian seorang kawan yang berbicara didepan ngemsi sebuah acara yang diselenggarakan gratisan dengan peserta (audence) adalah bapak/ibu guru. Ada sedikit rasa bangga juga bisa mempersembahkan acara seperti ini untuk para bapak/ibu saya. Tapi jadi sedikit kecewa ketika acara belum ditutup (menjelang akhir acara) sebagian besar peserta keluar dari ruangan. Ini kan sama halnya pulang sebelum bel pulang dikumandangkan yang selanjutnya dapat direpresentasikan suatu bentuk tidak menghargai.

Jadi, berilah alasan kenapa siswa tidak menghargai gurunya?

Sebagai anak yang baik tentunya tidak pantas menegur langsung orang tuanya. Sepengetahuan saya, dalam koridor “saling mengingatkan dalam kebaikan” sudah selayaknya dilakukan dengan cara yang elegan. Pastinya tidak elegan jika anak mengingatkan orang tua saat itu juga. Bukankah itu memalukan? Apakah ini sebuah contoh yang baik dari sosok yang “digugu lan ditiru saru”?

“Hargailah orang lain, maka Anda juga dihargai.”

Tarif Pidato?

Dalam sebuah acara yang berhubungan dengan instansi pemerintahan tentunya perlu adanya sekedar “pengesah” agar acara terlihat resmi dalam hal keterlibatan instansi pemerintahan. Suatu saat dalam interaksi dengan sebuah instansi kedinasan di tingkat kabupaten/kota nun jauh disana ada suatu hal yang menarik dan saya kira “funny“.

Pada awalnya instansi tersebut mengatakan kalau instansi mau dan bersedia mendukung acara tersebut dengan syarat acara yang dilangsungkan tidak memungut biaya dari peserta atau dalam bahasa periklanan “GRATIS”, dengan alasan agar tidak ada pemikiran mengenai instansi tersebut cari uang dan tidak punya uang. Akhirnya pun disetujui kalau acara yang akan dilangsungkan memang GRATIS. Panitia menyetujui karena memang ini bagian dari usaha sosial kemasyarakatan, ini adalah kegiatan yang selayaknya didukung dari banyak pihak, tapi kenyataan di sebuah kota kecil nun jauh disana acara yang akan dilangsungkan seolah tak mendapat dukungan dari siapapun. Pokoke mesakke tenan wis.

Selanjutnya menjelang acara dimulailah permintaan dari panitia agar kepala instansi tersebut berpidato membuka acara. Tapi permintaan itu malah ditanggapi miring oleh si dedengkot instansi yang dimaksud, “Bayare piro?” begitu tanggapan Mr. SDP (bukan nama sebenernya) dalam bahasa kasar-nya.

“Lha sampeyan meh ngarani angka berapa lik? Nanti biar dicarikan utangan sama konco-konco.

“Yo nek nggo mbuka acara yo atusan papat lah.”

Lhadalah, maunya terlihat agar tidak “cari uang” tapi dalamnya kok gitu ya. Untuk pejabat yang tidak tinggi hanya setingkat kedinasan kabupaten/kota saja Rp. 400.000,00, lha kalau presiden yang buka acara panitia harus bayar berapa ya?

Maunya terlihat gak cari uang kok dalamnya penuh dengan intrik keuangan. Piye jal?

Akhirnya panitia menuai kepasrahan. Ya sudah kalau ndak mau buka acara ya cukup diundang sebagai tamu acara saja. Masalah nanti ndak mau datang ya silakan, setidaknya panitia sudah beritikad baik dengan mengundang. Lha daripada membebani panitia. Iya to…

Intrusi Air Laut

Intrusi atau peresapan air laut yang mencemari air tanah, ini dikarenakan proses penanaman vegetasi di pesisir, optimalisasi resapan air, dan pengurangan eksploitasi air tanah tidak berjalan.

Pada daerah yang berdekatan dengan pantai atau dekat dengan laut, maka terjadi pertemuan antara air laut dengan air tawar yang kita kenal dengan sebutan interface. Interface ini bisa menjorok ke arah laut dan juga bisa juga menjorok ke arah darat tergantung besar kecilnya imbuhan air hujan. Apabila imbuhan air hujan lebih sangat besar, maka interface akan menjorok ke arah laut, sedangkan imbuhan air hujan sedikit atau tidak ada sama sekali, maka interface akan menjotok ke arah darat.

Perubahan di dalam tanah oleh imbuhan atau perubahan luar aliran dalam daerah air tawar, menyebabkan perubahan interface. Penurunan aliran air tawar yang masuk ke laut menyebabkan interface bergerak ke dalam tanah dan menghasilkan intrusi air asin ke dalam akuifer. Sebaliknya suatu peningkatan aliran air tawar mendorong interface ke arah laut. Laju gerakan interface dan respon tekanan akuifer tergantung kondisi batas dan sifat akuifer pada kedua sisi interface.

Referensi:

Osella, A., Favetto, A., Martinelli, P., Cernadas, D., “Electrical imaging of an alluvial aquifer at the Antinaco-Los Colorados tectonic valley in the Sierras Pampeanas, Argentina”, J. Applied Geophysics, 41, 359-368, (1999).

http://arifgeospasia.wordpress.com/2009/07/24/potensi-air-bawah-tanah/