Beberapa tahun yang lalu waktu masih sekolah SMP, saya pernah ditegur oleh guru saya di kelas karena menjelang jam belajar hampir berakhir saya sudah ngributi menata buku-buku saya ke dalam tas, “Mas, pelajaran belum selesai kok sudah siap-siap pulang. Meh ngarit po?”
Betapa saya telah dipermalukan dihadapan teman-teman sekelas saat itu. Ada sedikit rasa “mengutuk” ucapan sang pahlawan yang katanya tanpa tanda jasa. Setelah saya duduk di bangku SMA, saya menyadari bahwa tindakan saya waktu itu memang salah, saya tidak menghargai ibu guru yang mengajar waktu itu, pastinya sang guru pun merasa tidak dihargai.
Lain dahulu, lain pula sekarang. Hari ini gantian seorang kawan yang berbicara didepan ngemsi sebuah acara yang diselenggarakan gratisan dengan peserta (audence) adalah bapak/ibu guru. Ada sedikit rasa bangga juga bisa mempersembahkan acara seperti ini untuk para bapak/ibu saya. Tapi jadi sedikit kecewa ketika acara belum ditutup (menjelang akhir acara) sebagian besar peserta keluar dari ruangan. Ini kan sama halnya pulang sebelum bel pulang dikumandangkan yang selanjutnya dapat direpresentasikan suatu bentuk tidak menghargai.
Jadi, berilah alasan kenapa siswa tidak menghargai gurunya?
Sebagai anak yang baik tentunya tidak pantas menegur langsung orang tuanya. Sepengetahuan saya, dalam koridor “saling mengingatkan dalam kebaikan” sudah selayaknya dilakukan dengan cara yang elegan. Pastinya tidak elegan jika anak mengingatkan orang tua saat itu juga. Bukankah itu memalukan? Apakah ini sebuah contoh yang baik dari sosok yang “digugu lan ditiru saru”?
“Hargailah orang lain, maka Anda juga dihargai.”