Permasalahan amblesan tanah timbul akibat pengambilan air bawah tanah yang berlebihan dari lapisan akuifer, khususnya akuifer tertekan. Amblesan tanah yang terjadi di dataran diperkirakan disebabkan oleh dua faktor, vaitu penurunan muka air tanah akibat pemompaan dan peningkatan beban karena pengurugan tanah. Penurunan muka airtanah akan menyebabkan kenaikan tegangan efektif pada tanah, dan apabila besamya tegangan efektif melampaui tegangan yang diterima tanah sebelumnya maka tanah akan mengalami konsolidasi dan kompaksi yang mengakibatkan amblesan tanah pada daerah konsolidasi normal.
Amblesan tanah tidak dapat dilihat seketika, namun dalam kurun waktu yang lama dan terjadi pada daerah yang luas, sehingga dapat mengakibatkan dampak negatif yang lain, antara lain :
- Banjir dan masuknya air laut ke arah darat pada saat pasang naik, sehingga menggenangi perumahan, jalan, atau bangunan lain yang lebih rendah.
- Menyusutnya ruang lintas pada kolong jembatan, sehingga mengganggu lalu lintas. Secara regional amblesan tanah mengakibatkan pondasi jembatan menurun dan mempersempit kolong jembatan.
- Rusaknya bangunan fisik seperti pondasi jembatan/bangunan gedung tinggi, sumur bor, dan retaknya pipa saluran air limbah dan jaringan yang lain.
Contohnya (pengukuran Pak Hasanuddin beserta tim dari Geodesi ITM). Dengan teknik pengukuran GPS geodetik melakukan pengukuran. Dibawah ini gambar disekitar lokasi amblesan yang dibuat pada bulan Agustus 2009 lalu. Warna biru muda mengarah kebawah itu menunjukkan besarnya penurunan. Terlihat dibagian tengan memiliki garis panah terpanjang, itu menunjukkan besaran penurunan terbesar. Garis panah warna hitam menunjukkan arah pergerakannya. Jadi terlihat dengan jelas bahwa arah amblesan itu menuju ke satu titik yang sama.
Garis-garis dengan warna pelangi itu menunjukkan besarnya gaya gravitasi. Itu menunjukkan daerah yang memilki densitas rendah dengan warna biru. Artinya kemungkinan daerah berwarna itu merupakan tempat yang sangat mungkin akan ambles. Garis hitam bergerigi seperti sisir itu memperlihatkan kemungkinan patahan atau garis-garis amblesan seperti yang digambarkan pada penampang seismik di tulisan sebelumnya.
Seperti yang ditulis di harian Kompas “Desa Siring yang terletak sekitar 300 meter sebelah barat titik semburan, permukaan tanahnya turun sekitar 88 sentimeter dalam sebulan atau 2,5 cm per hari. Padahal, dalam standard normal, penurunan tanah maksimal 10 sentimeter per tahun.” Jadi satu persatu kejadian dari siklus pembentukan gununglumpur sudah teramati di Desa Siring Sidoarjo. Tentunya munculnya hydrothermal sejak dua bulan lalu harus juga diamati secara teliti.
Referensi:
Osella, A., Favetto, A., Martinelli, P., Cernadas, D., “Electrical imaging of an alluvial aquifer at the Antinaco-Los Colorados tectonic valley in the Sierras Pampeanas, Argentina”, J. Applied Geophysics, 41, 359-368, (1999).
http://arifgeospasia.wordpress.com/2009/07/24/potensi-air-bawah-tanah/
White, P.A., “Electrode arrays for measuring groundwater flow direction and velocity”, Geophysics, 59, 192-201, (1994).