Kilometer Nol Yogyakarta adalah sebuah aksen tersendiri bagi Jogja di malam hari, apalagi dengan semakin dipopulerkan oleh cahandong.org melalui juminten-nya, kilometer nol menjadi sebuah tempat “nyaman” untuk menghabiskan malam lek-lekan. Kali ini pun, masih dalam rangkaian acara selikuran saya bersama konco-konco mBlumbang plus satu orang njajal urip wengi di kilometer nol.
Mereka adalah konco mBlumbang sak bergodo. Aad yang dari awal sudah pasang tampang nggembel. Merza yang kalau gak nebeng gak mau. Faqih dengan tampang klasiknya (jadul-red.). Septian sebagai yang dituakan oleh konco mBlumbang (karena memang paling tua). Reza sang ahli hisap tingkat tujuh. Bandoro Eko yang kemana-mana selalu pake kacamata kuda. Saya sendiri yang punya blog ini. Dan satu lagi penduduk non-mBlumbang, Mbak Erfi yang secara khusus nglegakke datang demi merayakan selikuran saya (doh).
Selikuran sebenarnya sudah berlangsung sedari pagi 25 April 2010. Pagi hari saya sudah dapat kejutan khusus dari Aurum Data yang bawa blackforest beserta uborampe-nya. Jadi paginya memang spesial yang pertama dari orang nomor satu di dekat saya. Tapi blackforest segede itu ya ndak bakal habis kalau cuma dimakan berdua. Jadi ku sisihkan sebagian (besar) buat konco-konco mBlumbang.
Sore hari sak bergodo mBlumbang sudah ada di mabes mBlumbang. Ditambah lagi ada Paklik Sedhot dari Sekawan Keblat Gangsal Pancer Magelang yang rencana sebenarnya ke JEC. Malam hari menjelang jam 21.00 konco mBlumbang kedatangan tamu Mbak Erfi yang beralasan minta dibuatin denah, padahal sebenernya mau ikut guyup selikuran.
Jadilah awalnya ada 9 orang, tapi malang tak dapat ditolak. Paklik Sedhot sudah dapat ultimatum dari sing mbahurekso agar segera pulang ke Magelang. Total menjelang jam 22.00 di mabes mBlumbang ada tujuh laki-laki dan satu perempuan. Setelah sedikit cawe-cawe acara di mabes baru menjelang jam 23.00 keluar cari angin sekaligus menikmati dedhaharan dari Pak Burger dan Tuan Kelik.
Dipilih kilometer nol bukan tanpa alasan. Kilometer nol adalah tempat yang pas buat guyub rukun, sarasehan, duduk melingkar menikmati kenduri cinta berjamaah dalam rangka selikuran. Acara kembul bujana ditutup dengan sesi foto-foto. Meski hanya bermodal dua kamera saku, itu pun kamera yang satu baterainya tak kuat menahan beban kerja, lowbat.
Matursuwun buat Septian, Eko, Aad, Reza, Merza, Faqih, Sedhot, dan Erfi atas kesediaannya menemani melewati malam yang mengagumkan.
Mblumbang, 28 April 2010