Menurut Mbak Rinastiti hamemayu hayuning bawana itu ikatan manusia dengan Allah, berupa keyakinan dan kepercayaan yang diwujudkan dalam panembah lan pangesti seperti ditulis dalam tuntunan kalam, yang disebut agama, mewajibkan manusia manembah (sembahyang, samadi) hanya tertuju kepada Yang Satu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia itu dulu sebelum ditawari malah sudah minta dijadikan khalifatullah. Jadi manusia seharusnya mengemban rasa kemanusiaannya (‘ainunnas). Allah (‘ainullah) sudah nyepakke ubarampe alam sak isine (‘ainulalam), manusia tinggal memanfaatkan dan mengolah untuk ngepyakke hamemayu hayuning bawana itu tadi. Masalah ternyata manusianya mangkir atau taat itu terserah manusia nggih monggo, Gusti Allah ndak pernah rugi kok. Bawana sak isine itu tanggungjawab manusia sebagai khalifatullah.
Dalam artian yang lebih general, hamemayu hayuning bawana itu keselarasan antara hubungan vertikal-horisontal. Keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan (ainullah) dan manusia (ainunnas) dengan manusia dan alam seisinya (ainulalam).
Selanjutnya ada ajaran Tri Satya Brata. Kesejahteraan dunia itu tergantung pada manusia yang memiliki ketajaman rasa (rahayuning bawana kapurba waskitaning manungsa), tugas manusia itu menjaga keselamatan negara (darmaning manungsa mahanani rahayuning negara), manusia itu selamat oleh rasa kemanusiaannya (rahayuning manungsa dumadi karana kamanungsane). Itu kan ajaran yang sangat bagus.
Saya heran ketika Ndoro Seten van Magelang pas permulaan pelatihan blog di sekolahan menjelaskan visi-misi dan meletakkan hamemayu hayuning bawana itu sekedar dijadikan bumbon, ora pas kuwi. Hamemayu hayuning bawana itu malah sesuatu yang seharusnya lebih diutamakan dibanding visi-misi yang lain. Tapi ya maksud dari kata-kata orang itu ya yang paling tau ya orang yang mengatakannya itu. Saya ndak bisa pangerten kalau masalah pemaksudan itu.