Mendadak Ngampon

Hasil survei Tim Ekspedisi Alam Ngankrik ini saya sampaikan untuk menambahkan informasi pada beberapa tulisan sebelumnya. Tim Ekspedisi berangkat dari Padepokan Tidar bakda dhuhur. Squad tim kali ini hanya terdiri dari dua orang. Mas Eko dan Mas Nahdhi. Kebetulan sudah janjian sejak dari Jogjatugu. Rencananya Tim Ekspedisi mau mampir dan ketemu dengan Mas Rojiun (punggawa dari Ngampon). Tapi hari itu Mas Rojiun kebetulan tidak ada di TKP. Tim Ekspedisi sempat mampir di Rumah Mas Rojiun dan ditemui oleh orangtua Mas Rojiun. Langkah pertama Tim Ekspedisi setelah sampai Dusun Ngampon (setelah nyasar tiga kali dan juga kehujanan) adalah bertandang ke Rumah Mas Rojiun (sekedar basa-basi agar tidak dicurigai warga), karena tampang kami memang sedikit mencurigakan. Selanjutnya Tim Ekspedisi mencoba melihat pemandangan sekitar (sempat foto-foto). Pemandangan yang sangat bagus.

Setelah melepas pandangan di depan, Tim beralih menuju Mushola yang menurut rencana sebagai center Perpustakaan Warga. Tempat sudah ada, dekat mushola (masih satu kompleks). Selanjutnya Tim Ekspedisi naik ke atas bukit (tapi tidak sampai). Kembali ke Tempat peristirahatan, Tim Ekspedisi sempat Introgasi beberapa anak-anak di TKP. Bertanya tentang posisi institusi pendidikan terdekat (SD/MI). Kalau warga di Ngampon mengatakan “niku mas namung njujugan ngandap”. Tim Ekspedisi bungah dengan kata njujugan, artinya sekolahan tak jauh dari tempat tersebut. Jadilah kami memutuskan untuk jalan kaki saja. Setelah berjalan sekitar 100m, kami bertemu dengan anak-anak sedang bermain layangan. Kami sempat bertanya kembali “Kuwi midun wae mas, trus mengko ono dalan menggok kiri”. Penyusuran kami lanjutkan. Kami sedikitpun tak menemukan “jalan” belok kiri.

Kembali kami bertanya kepada warga. “Niku mas enggok-enggokan tritikan sing kricakan, ngurut niku mawon mangkih wonten masjid, sampun caket”. Ternyata setelah menuruni jalan dan bertemu masjid, MI yang kami maksud belum juga kelihatan. Tanya lagi, “ngurut kricakan niku mas, mangkih tekan dalan gede pun ketik sekolahane”. Setelah berjalan sampai jalan utama ternyata belum juga kelihatan. Ternyata posisi MI tersebut nylingsep dibelakang rumah warga. Ketemu juga Sekolahan setelah berjalan hampir 2 Kilometer. Setelah cukup ber-foto, kami kembali ke Rumah Mas Rojiun. Langsung kami berpamitan dan cabut kembali ke Padepokan Tidar. Hasil jepretan Kamera sudah kami upload di gallery portal pendekar tidar.

Personalisasi Gnome Ubuntu 8.10

Saya sempat bingung bagaimana memilih antara Open SuSe atau Ubuntu (tambah lagi ama Mandriva). Tapi akhirnya saya pilih Ubuntu Intrepid Ibex (Ubuntu 8.10) untuk di-install di laptop. Selesai instalasi, dapat masalah baru. Instalasi driver Wireless Atheros dan VGA Nvidia GeForce 7000M. Perlu diketahui saya menggunakan laptop Acer seri 4520. Live CD yang saya download belum menyertakan driver keduanya (hanya support saja). Saya sempat mencoba pada laptop lain yang arsitektur-nya Intel Dualcore, VGA GMA3100, Broadcomm Wireless. Semua lancar tanpa perlu install driver VGA dan wireless, dalam artian semua driver terinstal bersamaan dengan instalasi Ubuntu Intrepid Ibex.

Langkah pertama adalah mencoba koneksi internet menggunakan Wireless (dan berhasil), selanjutnya Update Software dan Kernel. saya menggunakan repsitory dari mirror-nya UGM (http://repo.ugm.ac.id). Selesai update, langkah selanjutnya personalisasi, salah satu yang menarik adalah feature pada CompizConfig. Disini banyak sekali pengaturan “desktop effect”.

Saat personalisasi Desktop. saya menemukan hal yang sangat menarik dan perlu dicoba. saya berhasil mengubah tampilan menjadi mirip Apple Mac (OS Mac-Leopard). Sebenarnya bisa juga tampilan dibuat sama (persis) dengan Windows (baik itu XP maupun Vista), bahkan saya pernah mencoba membuat tampilan seperti Windows 7 (yang hingga saat ini masih versi Beta), dan so great, BERHASIL.

Bagi sebagian orang pasti menganggap bahwa Operating System (OS) yang namanya LINUX. Memang ini bukan hasil survei, tetapi kenyataan ketika saya menawarkan teman untuk menggunakan LINUX OS (lebih khusus UBUNTU ataupun SuSe), pasit komentar pertama “gak bisa mengoperasikan LINUX”. Ini yang membuat saya dulu tertarik menggunakan LINUX. Ketika orang lain menganggap LINUX itu susah, saya belajar dan mencoba untuk lebih dahulu tahu tentang linux. Dan akhirnya saya sekarang lebih menyukai menggunakan LINUX (Ubuntu) daripada OS dari Microsoft (Windows).

Jogja Sekarang

Suasana begitu ramai terlihat di Plaza Ambarukmo Yogyakarta siang itu. Di dalam salah satu mall besar di Yogyakarta itu tampak rombongan remaja putri sedang melihat bermacam pernak-pernik aksesoris di salah satu toko pernak-pernik remaja. Sementara itu, terdapat sepasang kekasih sedang mengantri di kasir salah satu toko olahraga di lantai tiga. Di bagian lain mall, tepatnya lobi tengah lantai satu, sedang ada promosi besar-besaran salah satu operator telepon seluler. Itulah gambaran gaya hidup remaja masa kini yang suka jalan-jalan di mall.

Ada kegemaran lain yang menjadi idola para remaja untuk mengisi waktu luang, game online. Deretan game center dengan segala hiruk pikuknya menampilkan pemandangan yang menggairahkan sepanjang jalan Kaliurang. Salah satu game center yang ramai adalah New Genesis, tempat tongkrongan yang tidak hanya menawarkan game online (GO) tetapi juga Internet Corner, dan Kafe. Aktifitas kaum muda di Yogyakarta seperti jalan-jalan, game online, ataupun melepas penat di mall sudah menjadi pemandangan lumrah. Fenomena ini menunjukkan adanya pengaruh globalisasi. Pembangunan mall, game online, kedai kopi, diskotik, dan distro (Distribution Store) menjadi tanda adanya pengaruh tersebut.

Mahasiswa menjadi sasaran pasar yang potensial. Mall didirikan investor hanya untuk pendatang seperti mahasiswa, tidak untuk masyarakat biasa. Di sini terjadi simbiosis mutualisme antara investor dan mahasiswa. Implikasinya, muncul budaya konsumtif yang bagi sebagian kalangan mengkhawatirkan.

Idealnya Yogyakarta banyak dibangun ruang publik yang dapat mewadahi interaksi dan nilai-nilai dalam masyarakat. Menciptakan suasana yang membangun nilai-nilai Yogyakarta sebagai kota pelajar. Yogyakarta semestinya memilih buat masa depan. Pertama, tetap menyandang predikat kota pendidikan sebagai branding dengan logika pasar. Kedua, kembali melahirkan learning society dengan tanggungjawab intelektual dan sepenuh pengabdian untuk Indonesia, Bangsa, dan rakyat.