Becak, Go-Jek, Go-Car di Jogjakarta

Sore itu saya ada keperluan mengangkut beberapa foto pernikahan saya dengan dik Data, hanya empat foto berukuran besar beserta bingkainya. Saya datang ke rumah fotografer pernikahan saya mengendarai sepeda motor. Sedianya mau saya angkut dengan sepeda motor saja, tapi ternyata ukuran foto dan bingkainya terlalu besar kalau diangkut dengan sepeda motor. Saya dan dik Data memutuskan untuk menggunakan jasa transportasi berbasis online, Go-Car. Dalam percakapan dengan pengemudi melalui telepon sebelum penjemputan, pertanyaan pertama dari pengemudi adalah jumlah penumpang.

Lain waktu, saya juga ada keperluan pulang selepas acara resepsi pernikahan di Wisma KAGAMA menuju rumah mertua di daerah sekitar Sleman. Lantaran sudah dalam kondisi lelah, saya dan dik Data memilih menggunakan layanan Go-Car lagi supaya tidak perlu jalan kaki terlalu jauh. Percakapan dengan pengemudi sebelum penjemputan pun diawali dengan pertanyaan jumlah penumpang.

Beberapa kali saya pesan pun juga demikian. Saya bahkan mengira bahwa kebanyakan orang di Jogja pesen Go-Car untuk keperluan rombongan yang terdiri dari banyak orang. Bisa juga pengemudi ogah-ogahan ngambil orderan yang banyak orang begituan. Suatu waktu didasari rasa penasaran yang tinggi karena sudah kejadian berulang-ulang, saya dalam perjalanan menggunakan Go-Car pada suatu pemberhentian lampu merah perempatan gejayan yang luamaaaaa ngaudubilah, saya bertanya ke pengemudi,

“Pak, di Jogja banyak juga pak pengguna layanan Go-Car? Kalau di Jakarta itu banyak pengemudi bilang orderan ga pernah berhenti.”
“Ya sama Mas, di Jogja juga gitu. Tapi kita kalau mau ambil juga pilih-pilih. Saya kalau orderan dibawah 30 ribu nggak saya ambil.”

“Lho kenapa pak?”
“Ya kalau dibawah 30 ribu itu kan biasanya untuk jarak deket. Itu juga kalau ada diatas 30 ribu saya juga tanya berapa penumpang. Kalau hanya satu penumpang dan bawaan dikit ya saya saranin naik Go-Jek aja. Makanya tadi saya nanya dulu penumpangnya berapa orang.”

“Kalau di Jakarta sih mau berapa aja juga diambil pak. Yang penting nggak nombok operasional aja.”
“Perhitungan operasional juga kayak misal jemputnya jauh gitu kan mending nggak diambil. Ya, kalau gini kan kita juga bagi-bagi segmennya Mas. Jadi nggak ada rebutan. Kalau jarak jauh diatas 30 ribu banyak orang apa banyak bawaan ya pake taxi atau Go-Car. Kalau yang cuma satu orang dan agak jauh kita saranin pake tukang ojek apa Go-Jek. Yang deket-deket sekilo dua kilo biar becak yang ngambil. Gitu kan jadi fair mas. Sama-sama enak.”

“Itu emang kesepakatan atau gimana, Pak?”
“Ya nggak ada mas. Cuma dari mulut ke mulut aja. Ya kesadaran masing-masing aja lah mas. Kan nggak baik juga kethoho (serakah). Sesama yang biasa di jalan udah tau lah yang begituan mas di sekitar sini.”

Astagfirullah, selama ini saya sudah berprasangka buruk pada pengemudi-pengemudi yang dalam pembicaraan di telepon selalu menanyakan jumlah penumpang terlebih dahulu.

Lain kejadian, kawan saya suatu pagi tiba di stasiun Tugu dan memesan layanan Go-Jek untuk tujuan Kilometer Nol (Kantor Pos). Beberapa kali order tetapi tidak ada pengemudi Go-Jek yang ambil meski banyak mitra pengemudi Go-Jek di sekitar stasiun Tugu. Sekalinya ada yang ambil ordernya, pengemudi menghubungi kawan saya itu dan menyarankan untuk naik becak saja kalau cuma untuk jarak dekat. Kawan saya nggrundel, “mau dapet rejeki kok ditolak, sombong amat tukang ojek di sini.”

Yah begitulah. Tanpa menyelidiki latar belakangnya, seringkali menungso lebih mudah mengungkapkan sisi kekurangan menungso lain dan disesaki oleh prasangka buruk.

Ternyata dari beberapa contoh tadi mungkin ada benarnya apa yang diungkapkan pak pengemudi. Bisa jadi itu juga yang mendasari kenapa jarang ada percekcokan antara yang online dan offline di Jogja.

Semoga yang demikian bisa menjadi pembelajaran bagi saya supaya lebih berhati-hati dalam berprasangka tanpa didasari informasi lengkap. Menyegerakan diri mencari informasi lebih lengkap dan benar saat mulai berprasangka buruk.

Fitur Baru Windows 10 Anniversary Update

Microsoft baru saja merilis update baru untuk Windows 10 baik untuk PC maupun Mobile. Di beberapa tempat, banyak pengguna yang mengungkapkan bahwa update ini bermasalah karena bias membuat PC hang atau tidak responsif. Beberapa pengguna yang ingin update ke Windows 10 Anniversary (1607) akhirnya mengurungkan niatnya, menunggu solusi Microsoft menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut.

Saya pertengahan Agustus lalu sudah melakukan update, sebelum ramai soal PC hang setelah update. Sejauh ini, saya tidak mengalami hal serupa. Bahkan sampai kemudian beberapa orang menganalisa penyebabnya adalah kompatibilitas WebCam, saya tidak mengalami hal serupa meski saya juga menggunakan USB WebCam, Logitech HD Camera 310.

Terlepas dari permasalahan itu, berikut ini beberapa perubahan yang saya temukan dari Windows 10 Anniversary Update:

ACTIVE HOURS UPDATE

Pada versi baru ini, pengguna dapat menentukan “jam-jam sibuk” supaya sistem tidak melakukan update pada jam-jam tersebut.

PENYESUAIAN START MENU

Pada versi sebelumnya, pengguna masih perlu klik All Applications untuk menemukan shortcut ke aplikasi yang terinstall. Dalam versi baru, begitu pengguna klik Start maka semua aplikasi tertampil dan tinggal scroll up-down. Tombol power dan user diletakkan di sisi kiri bawah start menu.

EXTENSION/ADD-ON EDGE BROWSER

Ya, dalam update baru ini pengguna dapat menambahkan extension/add-on ke Microsoft Edge. Mirip dengan Mozilla Add-Ons, Chrome Extensions, dan Opera Extensions.

CORTANA

Update baru menyertakan Cortana yang lebih smart. Cortana bias menjadi translator, calculator, dan tentu saja bias jadi teman “ngobrol” pengguna. Cortana lebih pintar dalam mengenali non-native speaker, misal saya yang Jawa keminggris (ke-Inggris-Inggris-an). Fitur ini mirip fitur Find/Search di OS X, hanya saja Microsoft menghadirkan dalam Cortana yang mampu mengenali perintah suara.

SYNC NOTIFICATION CENTER

Kalau pengguna juga memakai Cortana di Android dan Windows 10 Mobile pengguna bisa mendapati notifikasi ponsel Android dan Windows muncul di komputer. Syaratnya, login menggunakan Microsoft account yang sama. Kebetulan saya menggunakan Samsung Galaxy Tab S (Android) dan Lumia 930 (Windows 10 Mobile). Meski ponsel tidak berada di dekat komputer, saya tetap mendapatkan notifikasi di Windows 10 pada komputer saya. Sekaligus, saya bisa langsung membalas SMS atau messenger langsung dari komputer.

Itu tadi beberapa fitur update yang paling saya rasakan. Beberapa update lain belum saya coba diantaranya:

BASH SHELL – Bagi pengguna linux pasti familiar dengan BASH, CSH, KSH, atau semacamnya.

VIRTUAL DESKTOP PINS – Pengguna dapat melakukan pin, menandai sebagai favorit desktop.

DARK THEME – Pengguna dapat mengatur theme Windows ke dark mode (mirip yang ada di ponsel).

WINDOWS INK – Aplikasi untuk coret-coret membuat catatan cepat atau menggambar bagi yang sudah support pen/stylush.

CONNECT APP – Komputer dapat dijadikan secondary display secara wireless, seperti miracast display.

Dan masih banyak lagi update fitur baru wi Windows 10 Anniversary Update (1607).

Minggu ini saya juga mendapatkan Aniversary update (1607) untuk Windows 10 Mobile di ponsel saya Lumia 930. Hal yang paling saya rasakan setelah update adalah penggunaan daya baterai jauh lebih hemat dari sebelumnya. Selengkapnya, tunggu update berikutnya ya.

Etika di Whatsapp Group

Barangkali hampir semua pengguna gawai canggih memiliki akun WhatsApp. Untuk menjalin komunikasi, Itu jelas. Pernahkah anda merasa terganggu karena notifikasi yang tang-ting-tung hampir setiap saat dari group WhatsApp yang anda buat atau anda ikuti? Berapa sih jumlah group yang anda ikuti di WhatsApp? Nah, bagaimana supaya merasa tidak terganggu dan tidak mengganggu sesama “penghuni” group?

Merasa terganggu pasti pernah lah ya. Aku juga termasuk orang yang kadang dalam saat-saat tertentu merasa terganggu karena saking rame-nya group WhatsApp. Yah, meski sebenernya aku hanya masuk di 12 group WhatsApp. Dari 12 group itu, dua diantaranya aku menjadi admin group dan 10 group lainnya diluar penguasaanku.

Perlakuan paling gampang dan hampir tidak membawa efek kurang baik ketika merasa terganggu dengan ramenya group WhatsApp adalah dengan MUTE. Ya, matikan notifikasi untuk group-group tertentu. Apabila masih kurang nyaman, tak ada salahnya keluar dari group. Sungkan? Ya tentu perasaan itu akan ada. Tapi keluarlah baik-baik, jangan meninggalkan jejak buruk di dalam group. Jadilah anggota group yang baik. Aku memiliki beberapa “aturan” untuk diriku sendiri ketika ada di dalam sebuah group.

Kenali seisi anggota group

Perlahan, kenali satu persatu anggota group sampai pada tingkatan karakternya. Jangan sungkan untuk menjadi anggota group pasif (silent reader) terlebih dahulu. Tak semua orang bisa diajak bercanda sampai level tertentu, terlebih kadang ada perbedaan umur yang signifikan antar anggotanya menyebabkan level guyonan juga berbeda. Mungkin bagi kebanyakan anggota group guyonan pada level tertentu adalah biasa, tapi bisa jadi ada sedikit anggota group yang menganggap guyonan itu sudah kelewatan dan melanggar marwah (pakai bahasa setil-nya anggota dewan).

Hargai privasi orang lain

Memposting foto orang lain yang memalukan di group adalah tindakan tidak terpuji. Jadi hindari memposting gambar atau capture status orang lain yang dirasa memalukan atau mengganggu privasi di group, terlebih orang tersebut ada di dalam group yang sama. Setiap individu di dalam group akan terusik ketika dilanggar privasinya. Paling tidak, jangan sampai benar-benar terekspos identitas yang ada di dalam gambar kalau memang hanya untuk sekedar joke. Gampangnya aplikasi WhatsApp yang bisa copy-paste atau forward membuat persebaran konten menjadi tak terkendali. Kita tak pernah tahu kemana saja konten yang kita post di WhatsApp tersebar.

Hargai waktu berkualitas orang lain

Maksudku tentu saja ada momen-momen tertentu yang orang lain mengharapkan ketenangan, sebut saja waktu beristirahat malam. Perkirakan saja zona waktu dari kebanyakan anggota group. Buat batasan kira-kira pukul berapa kebanyakan orang istirahat tidur malam. Aku mengusahakan untuk tidak posting di group antara pukul 22.00 sampai dengan pukul 08.00. Beberapa group yang kuikuti berisi orang-orang lintas zona waktu. Ada yang ketika ditempatku sudah menjelang siang, di tempat lain masih malam dinihari. Ambil saja mayoritas orang yang ada di group ada di zonasi waktu yang mana.

Posting sesuai tema

Beberapa group WhatsApp dibuat untuk tujuan tertentu atau tema tertentu. Misal group teman-teman SMA, teman-teman Kuliah, group Komunitas Blogger, group untuk persiapan acara tertentu, dan masih banyak lagi. Usahakan apa yang dibicarakan sesuai dengan tema atau tujuan tersebut. Kalaupun ada joke atau candaan, jangan sampai mendominasi konten sehingga mengurangi marwah group (halah… maneh). Jangan juga posting promosi produk kosmetik dan pembesar nganu di group yang bukan peruntukannya (#mdrcct).

Jangan sungkan untuk keluar dari group

Apabila memang sudah merasa terganggu, setiap anggota grup boleh saja keluar dari group. Keluarlah baik-baik, bisa jadi keluarnya njenengan dari group menjadi bahan introspeksi bagi seluruh anggota group mengenai “kenyamanan” di dalam group. Keluar dari group bukan berarti tidak menghargai orang yang telah mengundang atau seisi group.

Sementara ketika aku menjadi admin group, beberapa aturan yang aku pakai antara lain dalam hal mengundang seseorang untuk menjadi anggota group.

Usahakan mengundang secara personal terlebih dahulu

Ya benar, japri dulu baru kemudian benar-benar add to group. Sebenarnya aturan ini baru saja aku mulai. Kepikiran demikian karena kadang ketika aku masuk di grup tertentu aku tidak begitu mengenal satu persatu anggota grup sehingga harus kepo cek satu persatu foto profil, nomor ponsel, dan nama (opo maneh yen ayu banget). Nah, ternyata tak semua orang nyaman dikepoin dengan cara-cara demikian. Jadi sebelum memasukkan seseorang ke dalam group, tak ada salahnya berkomunikasi secara personal (japri) terlebih dahulu. Utarakan dan tanyakan kesediaannya untuk dimasukkan ke dalam group.

Tutup group yang sudah selesai manfaatnya

Ada beberapa group yang dibuat untuk tujuan penyelenggaraan atau keperluan tertentu. Setelah selesai, kadang group berlanjut menjadi ajang silaturahmi sesama anggotanya. Namun, ada juga group yang setelah selesai kemudian tidak aktif sampai berbulan-bulan. Group yang sudah tidak aktif ini yang aku sebut sebagai selesai manfaat. Sebagai admin, utarakan saja rencana penutupan group. Sebelum ditutup, pastikan tak ada lagi anggota group yang tersisa di dalamnya. Apabila group masih aktif tetapi isi percakapan atau tujuan group berbeda, jangan sungkan untuk mengubah nama group.

Terakhir, secara umum (tak hanya di dalam percakapan WhatsApp) selalu junjung tinggi norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misal tidak posting yang menyentuh isu-isu negatif SARA, tidak menyinggung orang lain, tidak mempermalukan orang lain maupun diri sendiri, dan tidak mencemarkan nama baik.

Dua Hari di Bojonegoro

Jumat 15 April 2016, aku berkesempatan untuk pertamakalinya ke Bojonegoro dengan naik kereta api (pertama kali juga naik kereta jalur pantura). Tujuanku kali ini cukup sederhana, berkumpul dengan teman-teman Kelas Inspirasi Bojonegoro dalam rangka persiapan KI Bojonegoro yang ke-empat. Sengaja aku memilih Bojonegoro untuk turut berpartisipasi sebagai relawan pengajar di kelas inspirasi. Kebetulan juga, ini adalah kali pertama aku ikut Kelas Inspirasi Bojonegoro.

Aku memulai perjalanan dari Stasiun Pasar Senen pada hari Jumat tepat pukul 12.00 siang hari. Sedianya aku akan memilih perjalanan yang agak sore tetapi kupikir kasihan nanti teman di Bojonegoro kalau jemput tengah malam. Jadilah aku naik kereta api Jayabaya berangkat dari Stasiun Pasar Senen dan turun di Stasiun Bojonegoro sekira pukul 21.45 waktu setempat. Sampai di Bojonegoro aku langsung menghubungi Mas Rivaldy yang akan menjemputku di stasiun. Beberapa hari sebelumnya aku telah menghubungi Nova Wijaya untuk keperluan penjemputan sekaligus menginap selagi aku di Bojonegoro.

Selang beberapa waktu, aku sudah sampai di Rumah TIK Bojonegoro tempatku menginap kali ini. Sebagai informasi, Rumah TIK ini adalah pusat kegiatan dan sekretariat Relawan TIK Bojonegoro. Kebanyakan aktivis di tempat ini masih mahasiswa, beberapa ada pengusaha, dan lainnya pekerja. Karena sudah malam, kupikir kondisi selarut ini sudah cukup sepi tetapi ternyata masih ramai oleh aktifitas pemuda harapan bangsa asli Bojonegoro. Setelah berkenalan, obrolan diantara kami mulai mengalir yang mulai dari sekedar obrolan mengenai kabar masing-masing, menjalar ke aktifitas RTIK di kota masing-masing, berlanjut soal Kelas Inspirasi itu sendiri, sampai perihal aktifitas blogging. Kebetulan beberapa tahun silam komunitas blogger Bojonegoro seringkali bersinggungan (dalam arti positif) dengan komunitas blogger Magelang.

Menyoal blogging pun kisah pertemuan yang kami ceritakan mulai dari pertemuan konco-konco blogger di Wonosobo tahun 2009 sampai beberapa yang terakhir yaitu pertemuan di Bandung dalam rangka Festival RTIK. Kebetulan, kebanyakan aktivis RTIK di Bojonegoro juga dari teman-teman blogger begitupun juga teman-teman aktivis RTIK Magelang yang kebanyakan “lungsuran” blogger.

Berbicara mengenai inti dari kedatanganku ke Bojonegoro, tujuannya adalah mengikuti pertemuan pra-pelaksanaan Kelas Inspirasi Bojonegoro yang ke-empat.

Bagaimana bisa aku “kesasar” ke Bojonegoro sementara ada banyak juga Kelas Inspirasi lain semisal di Jakarta, Sukabumi, Lamongan, Karawang, dll? Pertanyaan itu juga yang sempat ditanyakan teman-teman di Bojonegoro.

Jawaban jujur, sakjane cuma pengen ketemu Mbak Nova Wijaya yang sempat hits dan bahkan sempat jadi trending topic berhari-hari di kalangan teman-teman RTIK Magelang beberapa waktu yang lalu. Terlebih lagi pasca beredar foto bareng artis oleh GusMul itu.

Jawaban slengekan, ya tentu saja sangat normatif. Mau memperkenalkan kira-kira kegiatan dan profesi apa saja yang dilakukan di industri hulu migas, mengingat Bojonegoro punya potensi yang tak sedikit di sektor ini. Paling tidak, aku berharap kedepan semakin banyak orang asli Bojonegoro yang turut berpartisipasi aktif (dan langsung) mengelola sumberdaya alam yang dimilikinya. Bukan tak mungkin kan suatu saat semua kegiatan sektor migas di Bojonegoro benar-benar dikuasai warga asli Bojonegoro?

Kembali mengenai kisah kedatanganku ke Bojonegoro.

Hari berikutnya, Sabtu 16 April 2016 aku berkumpul yang benar-benar berkumpul di Pendopo Malowopati dengan hampir semua aktivis Kelas Inspirasi dari mulai relawan fasilitator, dokumentator, dan pengajar. Ah ya, ini pertamakalinya aku ikut Kelas Inspirasi Bojonegoro. Hampir semua yang kutemui kali ini benar-benar wajah baru, Mbak Nova Wijaya pengecualian lho ya. Sebut saja briefing, banyak hal dibicarakan terkait persiapan Kelas Inspirasi. Hal-hal yang mengenai persiapan dan lain lain sepertinya tak perlu dibahas disini.

Selepas kegiatan selesai, sekira pukul 13.00 aku segera meluncur ke tempat makan pecel (aku lupa namanya) kemudian dilanjutkan ke stasiun untuk membeli tiket kembali ke Jakarta. Setelah mendapatkan tiket kereta Kertajaya, aku kembali ke Rumah TIK. Sorenya aku sempat ikut makan bareng di tempat makan mie super pedes -katanya- (lupa lagi namanya). Sekembalinya ke Rumah TIK Bojonegoro, aku beristirahat sejenak sambil mendengarkan cerita-cerita ala remaja masa kini. Malamnya sekira pukul 22.00 aku berangkat menuju Stasiun Bojonegoro untuk selanjutnya kembali ke Jakarta dengan Kereta Kertajaya, kereta milik PT KAI bukan keretaku.

Waktu Tak Terulang

Kali ini adalah pertama kali aku mendaftarkan diri menjadi relawan pengajar Kelas Inspirasi Bojonegoro. Berbagai kejadian yang awalnya kupikir adalah pertama kali bagiku. Tapi kemudian keistimewaan itu mulai kutepis satu per satu ketika aku mulai menemukan kebaruan-kebaruan yang sama-sama pertama kali-nya. Jadi tidak hanya kejadian itu yang ternyata pertama kali bagiku.

Grup komunitas pengajar yang beberapa minggu lalu dibentuk, kebanyakan berisi relawan-relawan pengajar yang juga pertama kali ikut berpartisipasi dalam Kelas Inspirasi. Memang ada beberapa yang sudah pengalaman atau bahkan sangat berpengalaman sebagai relawan pengajar. Namun, intinya hampir 70% dari relawan pengajar mengaku belum pernah melakukannya di masa lalu, tentu saja aku juga.

Seiring waktu dan semakin dekat dengan hari pelaksanaan, aku mencoba memutar caraku memandang kebaruan. Sampai kutemukan kesimpulan bahwa apapun kejadian adalah pertama, jadi tak perlu berkecil hati bertemu dengan orang yang sudah benar-benar berpengalaman.

Waktu tak akan kembali. Menjadikan apapun adalah pertama kalinya.

Nah loh, bagaimana dengan rutinitas?
Waktu tak pernah terulang. Namun, kita perlu belajar dari orang yang lebih berpengalaman meski kenyataan yang akan terjadi tetap kejadian pertama bagi siapapun.

Rutinitas memang awalnya kupikir kejadian sama yang terulang-ulang. Sejak mulai aku bangun pagi selalu saja berbeda, ketika aku bangun kemarin keadaan orang lain dan posisi benda-benda lain relatif selalu berbeda. Jadi bangun pagi hari ini dan bangun pagi kemarin adalah dua kejadian berbeda, tak tepat kusebut aku bangun pagi hari ini adalah kesekian kali aku mengalaminya. Itulah kenapa kusebut rutinitas selalu menjadi kejadian baru, kejadian pertama kalinya.

Kucoba dengan cara pandang yang sama mengenai “pertama kali” di Kelas Inspirasi. Siapapun belum pernah mengalaminya, karena semua kejadian yang akan datang tak mungkin memiliki parameter dan posisi relatif yang sama. Sebut saja relawan yang mengikuti kelas-kelas sebelumnya, meski hampir sama tetapi kejadian yang akan datang tetap menjadi hal baru. Tempat yang baru, panitia yang komposisinya baru, interaksi yang baru, dan kebaruan-kebaruan lain yang kupikir sudah pasti ketika disatukan akan menjadi kejadian berbeda dari yang sebelumnya dialami. Pengalaman tentu harus diakui beliau-beliau lebih pengalaman. Tapi beliau-beliau juga tidak pernah mengalami kejadian yang akan terjadi selanjutnya.